PLN Pastikan Kontrak Jual Beli Listrik dari PLTU 1,3 GW Batal
PT Perusahaan Listrik Negara atau PLN membatalkan kontrak perjanjian pembelian tenaga listrik atau power purchase agreement (PPA) dengan pembangkit listrik milik swasta sebesar 1,3 gigawatt (GW).
Pembekuan komitmen tersebut diyakini dapat mengurangi emisi gas rumah kaca lebih dari 150 juta ton karbon dioksida (CO2) selama 25 tahun.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan pembatalan kontrak PPA tersebut bersamaan dengan pembatalan sejumlah proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara dengan kapasitas total 13,3 GW.
Dia mengklaim langkah ini membuat perseroan mampu menekan emisi gas rumah kaca sekitar 1,8 miliar ton CO2 selama 25 tahun.
"Tiga tahun lalu, ada 1,3 GW PLTU batu bara yang sudah berkontrak dengan PLN dan berhasil dibatalkan," kata Darmawan di agenda Nusantara Power Connect di Jakarta Convention Center (JCC) pada Senin (11/9).
PT PLN bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sepakat merancang revisi Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik atau RUPTL. Dokumen tersebut akan menjadi pedoman pemerintah dalam upaya pengadaan listrik hingga 2040 mendatang.
Pada kesempatan tersebut, Darmawan mengatakan pihaknya menyepakati klausul revisi RUPTL dengan (ESDM). Komitmen tersebut ditujukan untuk mempercepat transisi energi di dalam negeri sekaligus mengejar target emisi nol bersih atau net zero emissions (NZE) pada 2060.
Revisi RUPTL ini akan menggantikan RUPTL yang ada yang menjadi pedoman pengadaan listrik nasional mulai 2021-2030. Lebih lanjut, Darmawan mengatakan PLN dan Kementerian ESDM akan menambah porsi input setrum dari pembangkit listrik energi baru dan terbarukan (EBT) sebesar 60 gigawatt (GW) dalam revisi RUPLT tersebut.
Dari besaran kapasitas daya listrik 60 GW tersebut, PLN dan Kementerian ESDM menyatakan 75% produksi setrum domestik akan dihasilkan dari pembangkit EBT, sementara 25% berasal dari pembangkit listrik berbahan bakar gas. Selain itu, PLN juga bakal membangun 32 GW pembangkit EBT untuk menjadi beban listrik dasar atau baseload.
"Saat ini sedang ada diskusi perubahan RUPTL yang diperkirakan akan sampai pada 2040," kata Darmawan.
Perusahaan listrik pelat merah itu mencatat penambahan kapasitas EBT sebesar 159,35 megawatt (MW) dari pembangkit listrik energi terbarukan di 20 lokasi pada 2022. Penambahan kapasitas itu datang dari tambahan 87,07 MW dari oleh Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), 69,38 MW oleh Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) dan 2,91 MW dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
Darmawan menyatakan kapasitas pembangkit EBT yang dikelola PLN bakal terus meningkat. Pada 2030, total kapasitas pembangkit listrik EBT ditargetkan mencapai 28,9 GW. Untuk mencapai target tersebut, PLN akan menambah kapasitas pembangkit EBT sebesar 20,9 GW sesuai RUPTL 2021-2030.
Pengembangan EBT sebesar 20,9 GW akan didominasi oleh pembangkit listrik tenaga air (PLTA), dengan total penambahan kapasitas terpasang mencapai 10,4 GW. Selain itu, pemasangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) juga akan digenjot dengan total penambahan kapasitas terpasang 4,7 GW hingga 2030.