APBI: Ada Dua Faktor RI Bisa Kuasai Pasar Ekspor Batu Bara Global
Sepanjang bulan Januari hingga Oktober 2022, Indonesia telah mengekspor 413 juta metrik ton batu bara termal. Mengutip data Kpler, pengiriman batu bara Indonesia pada periode tersebut naik 11,5% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Capaian ini merupakan rekor baru yang mengukuhkan status Indonesia sebagai pengekspor terbesar batu bara di dunia dengan pangsa pasar lebih dari 50%, mengalahkan negara eksportir batu bara utama lainnya seperti Australia dan Rusia.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan peningkatan jumlah ekspor ini disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama terkait permintaan atau demand dari batu bara itu sendiri yang memang mengalami peningkatan.
Kedua, disebabkan oleh pasar seaborne global thermal coal yang mana pasar terbesar merupakan Cina dan India. Hendra menyebut pasar kedua negara tersebut mencapai 60%.
“Dimana banyak PLTU disana didesain untuk menyerap kualitas batu bara yang diproduksi oleh Indonesia,” kata Hendra kepada Katadata.co.id pada Senin (13/11).
Menurut data Kpler, sepanjang Januari-Oktober tahun ini telah terjadi peningkatan jumlah ekspor batu bara mencapai 42,5 juta metrik ton atau 11,47% dibandingkan 2022.
Dalam tujuh tahun terakhir, Kpler mencatat dominasi Indonesia dalam pasar batu bara dengan volume lebih dari 40% dari seluruh jumlah ekspor batu bara dunia. Namun pada 2023 ini merupakan kali pertama bagi Indonesia berhasil menyumbang lebih dari 50% ekspor batu bara termal global selama periode Januari hingga Oktober.
Tren jumlah ekspor Indonesia dalam tujuh tahun terakhir cenderung meningkat, meskipun pada 2020 sempat mengalami penurunan ke angka 304 juta metrik ton. Namun pada 2021 hingga 2023 terus meningkat. Dari 329 juta metrik ton pada 2021, kemudian menjadi 371 juta metrik ton, hingga 413 juta metrik ton pada tahun ini.
Selain Indonesia, selama 10 bulan pertama di 2023 ini ekspor batu bara juga diisi oleh Australia 19,4%, Rusia 10,8%, Afrika Selatan 5,9%, Kolombia 5,2%, Amerika Serikat 3,3%, dan sejumlah negara lain.
Berbeda dengan yang disebutkan Hendra, Kpler mengindikasikan keberhasilan Indonesia dalam mendominasi pasar ekspor batu bara di dunia didukung oleh beberapa faktor. Pertama, terkait harga batu bara Indonesia yang relatif rendah dibandingkan dengan harga batu bara pesaingnya, seperti Australia.
Menurut data LSEG, harga batu bara termal Indonesia yang menjadi patokan - dengan nilai kalori 4.200 kilokalori per kilogram (kkal/g) - rata-rata sekitar US$ 65 per ton pada 2023. Harga tersebut terpaut jauh dibandingkan harga batu bara dengan kalori 6.200 kkal/kg dipatok US$ 184 per ton yang dikirim dari Newcastle, Australia.
Tak hanya dengan Australia, harga para eksportir batu bara lainnya seperti Kolombia, Afrika Selatan, Mozambik, dan Rusia tercatat berada di kisaran tengah-tengah antara harga Indonesia dan Australia.
Hal ini menguntungkan bagi Indonesia dimana memiliki keunggulan harga yang berkelanjutan dibandingkan dengan negara-negara lain karena kualitas batu bara Indonesia yang lebih rendah dibandingkan dengan kualitas lainnya.
Kedua, biaya pengiriman Indonesia yang lebih rendah dari Australia juga menjadi faktor lain yang menguntungkan. Menurut data Shanghai Shipping Exchange, harga pengiriman satu ton batu bara dari Indonesia ke Cina saat ini sekitar US$ 8-10, lebih murah dibandingkan dengan harga pelayaran Australia-Cina yang mencapai US$ 14-15 per ton.
Ketiga, dari segi waktu juga Indonesia memiliki keunggulan. Sebab waktu perjalanan dari Indonesia ke pusat-pusat impor batu bara utama di Cina dan India juga kurang lebih setengah dari waktu perjalanan dari Australia.
Kondisi ini memberikan keuntungan bagi para eksportir Indonesia untuk mendapatkan kesepakatan spot untuk kargo-kargo yang penting. Alhasil, Indonesia dinilai akan menjadi pilihan utama untuk ekspor batu bara di sisa tahun ini ketika konsumsi batu bara cenderung mencapai puncaknya di belahan bumi utara.