Tren Baterai LFP Ancam Nikel, Pakar: Harga Bisa Anjlok ke US$ 10.000
Baterai lithium ferroposphate (LFP) semakin menjadi pilihan produsen mobil listrik sebagai alternatif baterai yang lebih murah dibandingkan baterai berbasis nikel. Seperti Tesla yang sejak 3 tahun lalu mulai menanamkan baterai ini di mobil listriknya, terutama untuk model standard range.
Langkah Tesla menggunakan baterai ini daripada yang berbasis nikel juga bertujuan agar mobil listriknya lebih terjangkau oleh pasar. Bahkan CEO Tesla Elon Musk memprediksi LFP akan memainkan peran utama dalam tren elektrifikasi di dunia di masa mendatang.
“Sebagian besar proyek elektrifikasi adalah sel baterai berbasis besi,” kata Musk tahun lalu, Kamis (6/6/2023), seperti dikutip Reuters. Namun Tesla menghadap kendala lantaran produksi baterai LFP didominasi oleh Cina.
Pengamat Energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi mengatakan perkembangan penggunaan LFP secara masif dapat terus menurunkan harga nikel.
“Jika dalam perkembangannya LFP harganya lebih murah dan kualitasnya lebih baik daripada nikel, maka secara perlahan dunia akan mulai meninggalkan nikel,” kata Fahmy kepada Katadata.co.id pada Selasa (23/1).
Sebagai informasi, LFP (LiFePO4) merupakan salah satu teknologi baterai kendaraan listrik yang tidak menggunakan nikel. LFP dinilai sebagai salah satu baterai paling aman secara kimia, dengan ketahanan termal lebih dari 480°C.
Baterai LFP memiliki kapasitas penyimpanan energi yang lebih rendah dibandingkan baterai berbasis nikel, namun lebih murah untuk diproduksi karena bahan baku yang melimpah. Jarak tempuh mobil listrik yang menggunakan baterai LFP lebih pendek dalam satu kali pengisian penuh dibandingkan yang menggunakan baterai nikel.
Fahmy menyampaikan, apabila dunia sudah mulai meninggal nikel, maka penurunan harga tidak dapat dihindari lagi. “Bahkan harganya bisa turun sampai di bawah US$ 10 ribu per ton metrik kering (dmt),” ujar Fahmy.
Dia menjelaskan, apabila level harga nikel sudah mencapai level di bawah US$ 10 ribu per dmt maka akan mendatangkan dampak buruk bagi negara. “Indonesia akan kehilangan penghasilan dalam jumlah besar, itu barangkali yang perlu diantisipasi,” ucap Fahmy.
Sebagai informasi, penurunan harga nikel acuan Indonesia berlanjut pada awal 2024. Harga merosot hingga 7,17% ke level US$ 16.386,86 per dmt, dari US$ 17.653,33 per dmt pada Desember 2023.
Harga Januari ini merupakan yang terendah dalam dua tahun terakhir, menggeser rekor buruk pada Desember 2023. Pemerintah menetapkan harga nikel melalui Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 8.K/MB.01/MEM.B/2024 tentang Harga Mineral Logam Acuan dan Harga Batubara Acuan untuk Bulan Januari 2024.
Melihat tren pada 2023, harga acuan nikel memang sempat meroket pada Februari ke level US$ 28.444 per dmt. Namun setelah itu, angkanya cenderung turun hingga awal tahun ini.