Luhut Respons Harga Nikel Turun: 10 Tahun Ini Kisaran US$ 15.000/Ton

Mela Syaharani
25 Januari 2024, 09:42
Luhut Respons Harga Nikel Turun: 10 Tahun Ini Kisaran US$ 15.000/Ton
Katadata/Wahyu Dwi Jayanto
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan memberi tanggapan atas pernyataan mantan Kepala BKPM periode 2016 hingga 2019 Thomas Trikasih Lembong mengenai harga nikel yang mengalami penurunan. Luhut mengatakan, dalam melihat pergerakan harga nikel harus menggunakan data dengan rentang yang panjang.

“Anda perlu melihat data panjang 10 tahun. Kan siklus dari komoditi itu naik turun, entah itu itu batu bara nikel timah atau emas. Tapi kalau kita melihat selama 10 tahun terakhir ini, harga nikel dunia itu ya di kisaran US$ 15. 000 per ton,” kata Luhut, melalui Instagram pribadinya pada Rabu (24/1).

Luhut juga menjelaskan pada 2014 hingga 2019 saat periode hilirisasi mulai dilakukan pemerintah, harga nikel masih berada di bawah harga saat ini. “Dulu hanya US$ 12.000 per ton. Jadi saya nggak ngerti kenapa Tom Lembong memberikan statement seperti ini,” ujarnya.

Menurut Luhut, Tom Lembong memberikan arahan dan fakta yang kurang sesuai dengan data di lapangan. “Tom harus mengerti kalau harga nikel tinggi terlalu tinggi itu sangat berbahaya. Kita belajar dari kobalt, 3 tahun lalu harganya begitu tinggi orang akhirnya mencari bentuk baterai lain. Itu salah satu pemicu lahirnya lithium ferro phosphate (LFP) itu,” ucap Luhut.

Sebagai informasi, LFP merupakan singkatan dari lithium iron phospate atau lithium ferrophosphate (LiFePO4). Ini merupakan salah satu teknologi baterai kendaraan listrik yang tidak menggunakan nikel. LFP dinilai sebagai salah satu baterai paling aman secara kimia, dengan ketahanan termal lebih dari 480°C.

Baterai LFP memiliki densitas energi yang lebih rendah dan lebih murah untuk diproduksi, dibandingkan baterai lithium-ion yang menggunakan nikel yang dapat menyimpan energi lebih besar. Sehingga baterai yang berbasis nikel dapat melahap jarak yang lebih jauh dibandingkan baterai LFP. Ini menjadi salah satu kelemahan baterai LFP. 

Produsen terbesar baterai berteknologi ini yaitu perusahaan Cina, di antaranya Contemporary Amperex Technology Co., Limited (CATL), China Aviation Lithium Battery Co., Ltd (CALB), dan Lishen Battery.

“Jadi ini kalau kita membuat harga nikel terlalu tinggi maka orang akan cari alternatif lain karena teknologi berkembang sangat cepat. Oleh karena itu kita mencari keseimbangan supaya betul-betul barang kita (nikel) nih masih tetap dibutuhkan Sampai beberapa belas tahun yang akan datang,” kata dia.

Luhut mengatakan pemerintah saat ini juga berupaya untuk mengembangkan baterai baik itu LFP maupun baterai berbasis nikel. “LFP juga kami kembangkan dengan Cina. Litium baterai juga kita kembangkan dengan Cina maupun dengan negara lain,” ujar dia.

Sebelumnya, Tom Lembong mengatakan bahwa harga nikel dunia turun sebanyak 30% dalam beberapa waktu terakhir. “Diprediksi tahun depan akan terjadi surplus stok nikel di dunia yang terbesar sepanjang sejarah,” kata Tom dalam video Youtube Total Politik beberapa waktu lalu.

“Jadi dengan begitu gencarnya dibangun smelter di indonesia kita membanjiri dunia dengan nikel. Akhirnya harga jatuh dan terjadi kondisi oversupply,” sambungnya.

Reporter: Mela Syaharani

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...