Bahlil Jelaskan Alasan Pemerintah Mau Kuasai 61% Saham PT Freeport
Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengatakan bahwa Indonesia ingin menguasai 61% saham kepemilikan PT Freeport Indonesia (PTFI). Bahlil menyampaikan ada beberapa alasan yang mendasari hal tersebut.
“Kami melakukan ini supaya mampu menciptakan lapangan pekerjaan dan peluang bisnis. Apalagi kalau bisa membangun hilirisasi bisa dibangun maka menciptakan peluang investasi,” kata Bahlil dalam kuliah umum di Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin, dikutip Jumat (3/5).
Bahlil mengatakan hal ini sesuai dengan tujuan bangsa Indonesia dalam pasal 33 UUD 1945. Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
Bahlil mengisyaratkan investasi seperti kereta api, yang mana para pengusaha seperti lokomotifnya dan gerbongnya adalah generasi penerus bangsa saat ini. Untuk menciptakan iklim investasi dan hilirisasi yang lebih baik, Bahlil mengatakan pemerintah akan memperpanjang waktu operasi PTFI hingga 2061.
“Dengan menambah saham 10% sehingga total saham yang dimiliki pemerintah sebanyak 61%. Kami buat Freeport menjadi milik orang Indonesia,” ujarnya.
Hilirisasi yang dibahas Bahlil adalah rencana pembangunan pabrik mobil listrik di Indonesia. Menurutnya dengan sumber daya tembaga yang dimiliki Indonesia, bisa sebagai modal untuk mengembangkan hilirisasi, sebab mineral ini dapat diolah menjadi copper wire yang digunakan sebagai pembungkus baterai kendaraan.
“Jadi kami bangun ekosistemnya semua di Indonesia supaya negara kita menjadi negara produsen yang disegani di dunia. Terlebih kedepannya itu arahnya menuju green energy,” ucapnya.
Selain berbicara mengenai hilirisasi, Bahlil bahkan menceritakan runtutan proses kepemilikan saham Indonesia di PTFI. Dia mengatakan PTFI merupakan aset negara, namun sebelum 2018 kepemilikan Indonesia di perusahaan yang beroperasi di Papua itu hanya 10%.
“Pada 2018 pak Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa akan mengambil sebagian saham-saham perusahaan yang dikelola oleh asing dan itulah kekayaannya milik Indonesia. Pada 2019 terjadilah kesepakatan membeli saham 51%, dan sekarang Freeport sudah menjadi perusahaan milik Indonesia karena kita sudah mayoritas,” ujarnya.
Bahlil menyebut, untuk memperoleh angka kepemilikan saham tersebut, pemerintah membeli dengan harga senilai US$ 4 miliar. Dari angka tersebut saat ini dividennya pada 2024 sudah hampir lunas.
“Artinya Pak Jokowi membuat kebijakan membeli itu tidak sia-sia. Sekarang nilai evaluasi Freeport itu hampir kurang lebih sekitar US$ 20 miliar atau Rp 300 triliun,” ujar Bahlil.