Pertamina: Sumber LPG Indonesia Belum Bisa Penuhi Permintaan Dalam Negeri
PT Pertamina (Persero) mengatakan kapasitas produksi Liquefied Petroleum Gas (LPG) di Indonesia masih jauh untuk bisa memenuhi demand atau permintaan domestik.
Wakil Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Wiko Migantoro menyebut pemerintah dan Pertamina harus memikirkan bersama cara untuk mencari alternatif pasokan lainnya untuk penuhi kebutuhan domestik.
“Seperti jaringan gas yang bisa kami maksimalkan juga dengan memanfaatkan gas alam yang ada, kemudian transmisi gas yang kami miliki,” kata Wiko saat ditemui di Jakarta pada Senin (19/8).
Meski belum bisa penuhi demand domestik, namun Wiko menyebut Indonesia masih bisa memproduksi LPG dengan memanfaatkan dua sumber. Baik itu sumber gas alam langsung yang mengandung propane butane atau C3 C4 yang merupakan bahan baku LPG.
Selain gas alam atau natural gas, pasokan ini juga bisa didapatkan dari pengolahan produk yang berasal dari kilang yang menghasilkan LPG. “Ada beberapa lapangan upstream yang bisa kami ekstraksi, yang mengandung propane butane, dan juga dari kilang,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyinggung soal harga LPG Indonesia yang saat ini masih mahal. “Untuk itu kami harus duduk bersama untuk memformulasikan dan kami siap untuk melakukannya,” ucapnya.
Selain menyinggung LPG, Bahlil juga menyoroti kinerja lifting migas Indonesia yang trennya menurun sehingga membutuhkan dorongan serius agar produksinya bisa meningkat.
Seperti yang diketahui, pada 2023 Pertamina menjadi pemasok 69% produksi minyak dan 34% produksi gas domestik.
“Tadi Direktur Utama juga sudah menyampaikan kepada direksi untuk mengupayakan peningkatan produksi nasional, pemanfaatan gas stranded, serta peningkatan produksi LPG nasional,” kata dia.
Sebelumnya, Bahlil menyebut terdapat sejumlah hal yang diamanatkan oleh Presiden Joko Widodo dan presiden terpilih Prabowo Subianto terkait jabatannya sebagai Menteri ESDM yang baru.
“Terkait dengan optimalisasi peningkatan lifting minyak kita dari sumur-sumur idle yang sudah diberikan oleh SKK Migas,” kata Bahlil dalam sambutannya dalam acara serah terima jabatan di Kementerian ESDM pada Senin (19/8).
Hal ini didorong sebab dia menyebut kondisi lifting minyak domestik saat ini terus menurun, namun disaat yang bersamaan tingkat konsumsi minyak bumi juga meningkat.
Kondisi ini mengakibatkan kenaikan impor minyak, padahal Indonesia masih memiliki potensi minyak dalam negeri.
“Jadi, Ibu Dirut Pertamina ini kita harus bicara detail. Kalau memang itu persoalannya ada di regulasi, apa yang kami harus lakukan. Sweetener apa yang harus negara berikan agar kita kompetitif,” ujarnya.
Bahlil juga meminta data lengkap mengenai jumlah impor gas bumi Indonesia yang menurutnya sudah terlalu banyak. Selain impor gas bumi, Bahlil juga meminta detail lokasi potensi gas jenis C3 C4 yang digunakan sebagai bahan baku LPG.
“Segera kita membangun hilirisasi LPG, kami menyiapkan lokasi untuk membangun industri LPG. Karena LPG kita impor terus," ucapnya.
Guna memastikan harga LPG yang lebih murah, Bahlil akan mendorong kerja sama antara SKK Migas, Pertamina dan Kementerian ESDM. Namun, dia akan secara khusus mengajak Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati untuk duduk bersama.
“Jangan selisih harganya sampai US$ 50 atau 60. Itu berarti memberikan peluang impor yang masuk terlalu banyak,” katanya.