Harga Minyak AS Naik 5% Usai Biden Ungkap Potensi AS Bantu Israel Serang Iran
Harga minyak mentah AS naik sekitar 5% pada Kamis (4/10), mencatat kenaikan sesi ketiga berturut-turut. Kenaikan tersebut terjadi di tengah kekhawatiran bahwa Israel dapat menyerang industri minyak Iran sebagai balasan atas serangan rudal balistik Teheran minggu ini.
Presiden Joe Biden mengatakan pihaknya tengah membahas potensi AS mendukung serangan Israel terhadap fasilitas minyak Iran. "Kami sedang membahasnya. Saya pikir itu akan sedikit - pokoknya," ujarnya menjawab pertanyaan wartawan.
Menanggapi hal itu, Ahli strategi komoditas senior di TD Securities, Daniel Ghali, mengatakan komentar Biden adalah katalis yang menggerakkan harga minyak lebih tinggi. "Risiko geopolitik di Timur Tengah mungkin berada pada level tertinggi sejak Perang Teluk," kata Ghali dikutip dari CNBC, Jumat (4/110).
Indeks Harga Minyak AS melonjak 5,5% di awal sesi ke level tertinggi intraday US$73,99 per barel. West Texas Intermediate naik sekitar 8% minggu ini, dengan laju kenaikan mingguan terbaik sejak Maret 2023.
Berikut adalah harga energi penutupan hari Kamis:
West Texas Intermediate Kontrak November ditutup senilai US$ 73,71 per barel, naik US$ 3,61, atau 5,15%. Tahun ini, minyak mentah AS naik hampir 3%. Brent Kontrak Desember ditutup sebesar US$ 77,62 per barel, naik US$3,72, atau 5,03%. Tahun ini, patokan global naik hampir 1%.
Kepala ekonom di Rystad Energy, Claudio Galimberti, mengatakan risiko gangguan pasokan minyak naik seiring meningkatnya pertempuran di Timur Tengah. Namun, OPEC+ memiliki sejumlah besar minyak mentah cadangan yang dapat menggantikannya.
“Kapasitas cadangan ini untuk saat ini mencegah harga yang tidak terkendali di tengah salah satu krisis terdalam dan paling meluas di Timur Tengah dalam empat dekade terakhir,” kata Galimberti kepada klien dalam catatannya pada Kamis (3/10).
Kepala analis komoditas di bank Swedia SEB, Bjarne Schieldrop, mengatakan kapasitas cadangan OPEC+ akan cukup untuk menutupi gangguan pada ekspor Iran jika Israel menyerang infrastruktur minyak Republik Islam tersebut.
Namun, masalahnya adalah bahwa kapasitas minyak cadangan dunia sangat terkonsentrasi di Timur Tengah, khususnya negara-negara Teluk. Cadangan ini juga dapat berisiko jika perang yang lebih luas meletus, menurut Ghali dari TD Securities.
Jika Israel menyerang industri minyak Iran, para pedagang akan mulai khawatir tentang gangguan pasokan di Selat Hormuz. Selat itu adalah salah satu jalur perdagangan minyak terpenting di dunia.
"Itu akan menambah premi risiko yang signifikan terhadap minyak," katanya.
"Sebagai konsekuensinya, harga minyak bisa melonjak hingga $200 per barel jika Israel menyerang infrastruktur minyak Iran, kata Schieldrop.