AS Minat Mineral Kritis RI, Bahlil Siap Buka Tambang Jika Ada Investor

Mela Syaharani
5 Agustus 2025, 17:52
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyampaikan keterangan terkait izin tambang nikel Kepulauan Raja Ampat di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Selasa (10/6/2025). Pemerintah mencabut empat izin usaha pertambangan (IUP) nikel di Ka
ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/nz
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyampaikan keterangan terkait izin tambang nikel Kepulauan Raja Ampat di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Selasa (10/6/2025). Pemerintah mencabut empat izin usaha pertambangan (IUP) nikel di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, antara lain milik PT Anugerah Surya Pratama (PT ASP) di Pulau Manuran, PT Kawei Sejahtera Mining (PT KSM) di Pulau Kawei, PT Mulia Raymond Perkasa (MRP) di Pulau Manyaifun dan Pulau Batang Pele. Serta PT Nurham Pulau Wa
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyatakan, Amerika Serikat (AS) menunjukkan minat terhadap mineral kritis Indonesia dalam pembahasan tarif resiprokal. Namun, Indonesia siap menindaklanjutinya hanya jika AS membawa investasi ke dalam negeri.

“Saya bilang kami akan kasih, sama (seperti negara lain). Tinggal AS datangkan investor, saya siapkan tambangnya, namun bisnisnya sama (seperti negara lain),” kata Bahlil dalam International Battery Summit, Selasa (5/8).

Berdasarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 296.K/MB.01/MEM.B/2023, nikel termasuk dalam kategori mineral kritis. Indonesia telah memiliki sejumlah proyek hilirisasi nikel hingga ke produk baterai kendaraan listrik (EV), bekerja sama dengan negara seperti Korea Selatan dan Cina.

Bahlil menegaskan, Indonesia terbuka bekerja sama dengan semua pihak dalam pengelolaan mineral kritis.

“Jangankan Amerika, mau Afrika, Eropa, negara mana saja. Kalau ada pihak yang mau membangun ekosistem baterai mobil di Indonesia, saya sendiri yang akan mengurusnya tanpa membeda-bedakan,” ujarnya.

Menurut Bahlil, selama ini Indonesia tidak memberikan perlakuan khusus kepada negara tertentu. Pihaknya menyambut baik rencana kerja sama proyek hilirisasi kepada pihak-pihak yang memang berminat.

“Kami menunggu pihak yang datang (berinvestasi). Menurut saya, yang datang harus memiliki niat baik untuk berkolaborasi membangun bisnis yang saling menguntungkan antara Indonesia dan negara lain,” ujarnya.

Penjajakan Investasi dengan AS

Pemerintah Indonesia, melalui Badan Pengelola Investasi Danantara, sebelumnya telah menjajaki kerja sama dengan U.S. International Development Finance Corporation (DFC), lembaga keuangan pembangunan milik pemerintah AS. Fokus kerja sama ini adalah pembiayaan investasi di sektor mineral kritis dan energi.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pembicaraan tersebut merupakan bagian dari upaya memperkuat ekosistem investasi strategis di Indonesia.

“Sudah ada pembicaraan antara Danantara dan DFC untuk membiayai ekosistem di bidang mineral kritis. Artinya, Indonesia terbuka terhadap investasi dari manapun, termasuk Amerika Serikat,” ujarnya dalam konferensi pers Joint Statement Indonesia-AS di Jakarta, Kamis (24/7).

Menurut Airlangga, inisiatif kerja sama dengan AS sejalan dengan visi keterbukaan Indonesia terhadap mitra global. Ia mencontohkan, Uni Eropa mendapatkan akses melalui perusahaan milik pemerintah Prancis, Eramet.

"Itu juga yang diminta oleh Uni Eropa, di mana mereka mendapat akses melalui perusahaan milik pemerintah Prancis, seperti Eramet. Sama halnya dengan Amerika melalui Freeport," katanya.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Mela Syaharani

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...