Kualitas Listrik Belum Merata, RI Alami Pemadaman Listrik 5 Jam per Tahun

Image title
23 Agustus 2025, 11:48
listrik, transisi energi, AHY
Katadata/Nuzulia Nur Rahmah
Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dalam PYC International Energy Conference (IEC) 2025 yang berlangsung di Grand Ballroom Kempinski Hotel Indonesia, Jakarta, Sabtu (23/8).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), menyoroti kondisi kelistrikan nasional yang menghadapi tantangan dari sisi kualitas layanan meskipun telah menjangkau hampir seluruh rakyat Indonesia. 

Menurut AHY, saat ini 99,83% masyarakat Indonesia sudah mendapat akses listrik, sebuah capaian besar bagi negara kepulauan. Namun di balik pencapaian itu, masyarakat masih merasakan lebih dari lima jam pemadaman listrik setiap tahunnya dan beberapa kali gangguan layanan.

“Kualitas listrik kita masih belum merata. Rumah tangga masih mengalami pemadaman lebih dari lima jam per tahun. Produktivitas listrik juga tetap rendah, hanya menyumbang kurang dari 2% pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB),” ujar Agus Harimurti Yudhoyono dalam PYC International Energy Conference (IEC) 2025, Sabtu (23/8).

Untuk itu AHY menekankan transisi energi menuju emisi nol bersih pada 2060, atau lebih cepat, membutuhkan biaya yang sangat besar.

Pemerintah memperkirakan kebutuhan investasi untuk transisi energi bisa mencapai lebih dari US$ 1 triliun atau sekitar Rp 1,63 kuadriliun dalam 30 tahun ke depan.

“Skalanya memang besar, tetapi biaya ini jika kita tidak ditindak akan jauh lebih besar,” ujarnya.

Selain itu, subsidi energi yang menembus Rp6,7 triliun pada 2023 diniliainya telah menekan anggaran negara, sehingga diperlukan strategi baru dalam pembiayaan transisi energi.

Buat Arsitektur Keuangan Baru

Untuk menjawab tantangan tersebut, AHY menyebut pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Pemerintah memerlukan dukungan sektor swasta, lembaga keuangan pembangunan, hingga investor melalui mekanisme pembiayaan inovatif.

Beberapa instrumen yang diusulkan antara lain blended finance, jaminan kredit, viability gap funding, hingga penerbitan obligasi hijau.

Menurut AHY, kerangka kerja keuangan yang transparan dan disiplin diperlukan untuk mengurangi risiko investasi dan meningkatkan daya tarik proyek hijau.

“Singkatnya, kita butuh arsitektur keuangan baru yang mampu mengubah ambisi iklim menjadi kenyataan yang dapat diinvestasikan,” jelas AHY.

Lebih lanjut, AHY menyatakan, transisi energi bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan ekonomi, sosial, sekaligus geopolitik.

Pemerintah telah menempatkan keberlanjutan sebagai prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029, khususnya di sektor infrastruktur dan investasi publik.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Nuzulia Nur Rahmah

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...