AS Sanksi Perusahaan Rusia, Bahlil Pastikan Proyek Kilang Tuban Tetap Berlanjut

Mela Syaharani
24 Oktober 2025, 13:29
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyampaikan sambutan saat membuka Mineral dan Batu bara Convention - Expo (Minerba Convex) 2025 di Jakarta International Convention Center (JICC), Jakarta, Rabu (15/10/2025). Pameran pertambangan mineral dan batu bara itu di
ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/rwa.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyampaikan sambutan saat membuka Mineral dan Batu bara Convention - Expo (Minerba Convex) 2025 di Jakarta International Convention Center (JICC), Jakarta, Rabu (15/10/2025). Pameran pertambangan mineral dan batu bara itu digelar sebagai wadah kolaboratif antara pemerintah dan pelaku industri dalam mendorong transformasi sektor pertambangan ke arah yang lebih hijau dan berkelanjutan serta meningkatkan peluang investasi di sektor pertambangan nasional.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Pemerintah Amerika Serikat (AS) menjatuhkan sanksi terhadap dua perusahaan minyak asal Rusia yakni Rosneft dan Lukoil. Sanksi yang diberikan Presiden Donald Trump ini berkaitan dengan perang Ukraina-Rusia, yang membuat dia frustasi menghadapi Presiden Rusia, Vladimir Putin.

Dikutip dari Reuters, Rosneft merupakan sebuah perusahaan yang dipimpin oleh sekutu lama Putin. Rosneft saat ini juga menjadi salah satu pihak investor dalam proyek pembangunan Grass Root Refinery atau Kilang Tuban bersama Pertamina.

Meski disanksi AS, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia mengatakan agar tetap tenang menghadapi kondisi ini.

“Tenang saja, banyak jalan menuju surga. Jangan khawatir berlebihan, karena kami sudah siasati,” kata Bahlil saat ditemui usai Upacara HUT Pertambangan ke-80 di Monas, Jumat (24/10).

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Laode Sulaeman mengatakan hingga saat ini Rosneft masih berada dalam proyek Kilang Tuban. Dia menyebut hingga saat ini belum ada rencana dari Indonesia untuk mencari mitra baru pengganti Rosneft.

“Sanksi (AS) kan memang sudah ada dari dulu berjalan, yang penting kami masih ada inovasi untuk hal tersebut. Sekarang kami pun sudah punya bargaining dengan AS dalam neraca impor terkait minyak mentah, BBM, dan LPG dari sana. Jadi relatifnya sanksi tersebut sudah berbeda kondisi dengan sebelumnya,” ujarnya dalam kesempatan yang sama.

Terkait sanksi, Departemen Keuangan AS menyatakan siap untuk mengambil langkah lebih lanjut sambil mendesak pemerintah Rusia untuk segera menyetujui gencatan senjata dalam perang Rusia Ukraina yang sudah berlangsung sejak Februari 2022.

“Mengingat penolakan Presiden Putin untuk mengakhiri perang ini, Departemen Keuangan menjatuhkan sanksi terhadap dua perusahaan minyak terbesar Rusia yang mendanai mesin perang Kremlin,” kata Menteri Keuangan AS Scott Bessent, dikutip dari Reuters, Jumat (24/10).

Sanksi ini merupakan pergeseran kebijakan besar bagi Trump, yang sebelumnya tidak memberlakukan sanksi terhadap Rusia terkait perang dan malah mengandalkan langkah-langkah perdagangan. Trump sebelumnya telah memberlakukan tarif tambahan 25% atas barang-barang dari India sebagai balasan atas pembelian minyak Rusia dengan harga diskon oleh India.

“Kami mendorong sekutu kami untuk bergabung dan mematuhi sanksi ini,” ujarnya.

Kendati demikian, hingga saat ini AS belum memberlakukan tarif tersebut terhadap Cina sebagai pembeli besar minyak Rusia lainnya. Batas harga US$ 60 untuk minyak Rusia yang diberlakukan oleh negara-negara Barat setelah invasi Rusia, telah memindahkan pelanggan minyak Rusia dalam beberapa tahun terakhir dari Eropa ke Asia.

Trump mengatakan bahwa ia telah membatalkan pertemuan puncak yang direncanakan di Hungaria dengan Putin karena merasa itu bukan waktu yang tepat.

Trump juga mengatakan ia berharap sanksi terhadap perusahaan minyak Rusia tidak perlu diterapkan dalam waktu lama. Trump mengatakan tahun lalu bahwa ia suka mencabut sanksi dengan cepat karena risiko yang ditimbulkan oleh langkah-langkah tersebut terhadap dominasi dolar AS dalam transaksi minyak global. Rusia sering meminta pembayaran dalam mata uang lain.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Mela Syaharani

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...