Kemendag Ingin Terapkan Tarif Balasan ke Produk Susu Uni Eropa
Direktur Pengamanan Perdagangan Kementerian Perdagangan (Kemendag) Pradnyawati mengatakan pemerintah akan menindaklanjuti rencana pengenaan tarif balasan terhadap produk susu dan turunannya (dairy products) dari Uni Eropa. Pasalnya, ada banyak produk susu Uni Eropa yang mendapatkan subsidi.
Selain itu, Pradnya mengatakan banyak produk pertanian Uni Eropa yang mendapatkan subsidi dari kebijakan pertanian bersama (Common Agriculture Policy/CAP) Uni Eropa. "Kami sinyalir banyak sekali dairy product Uni Eropa yang mengandung susbidi," kata Pradnya di Jakarta, Selasa (17/12).
Dia pun telah membahas rencana kenaikkan tarif produk susu dengan Komite Anti Dumping Indonesia dan Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia. Meski begitu, pihaknya harus mengumpulkan data dari industri yang merasa dirugikan dengan pemberian subsidi oleh Uni Eropa tersebut.
"Jadi harus ada komplain dari industri yang dirugikan," ujar dia.
(Baca: Mendag Evaluasi Rencana Balasan Tarif Produk Susu ke Uni Eropa)
Sebelumnya, Menteri Perdagangan 2016-2019 Enggartiasto Lukita mengancam bakal mengenakan tarif bea masuk pada dairy products Uni Eropa sebesar 20-25%. Langkah tersebut untuk merespons tindakan Uni Eropa yang menjegal produk biodiesel Indonesia dengan tarif bea masuk anti-subsidi sebesar 8-18%.
Tak hanya itu, Enggar juga meminta importir produk susu olahan untuk mencari pemasok selain Eropa, seperti Australia, India, New Zealand, atau Amerika Serikat.
Di sisi lain, Uni Eropa berpendapat Indonesia dapat melanggar ketentuan WTO jika menaikkan bea masuk produk susu sebagai balasan terhadap tindak diskriminasi sawit. Sebab, rencana pemerintah tersebut dianggap sebagai aksi balasan (retaliasi) yang bertentangan dengan regulasi organisasi perdagangan dunia (WTO).
"WTO tidak mengizinkan dan benar-benar melarang pembalasan, dalam hal ini (pengenaan tarif) produk susu," kata Head of the Economic and Trade Section Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei Darussalam, Raffaele Quartodi.
Tindakan tersebut juga menurutnya tidak bisa diterima dalam hubungan antar negara maupun negosiasi perdagangan bebas. Di sisi lain, retaliasi juga dapat merugikan ekonomi Indonesia, terutama bagi industri yang menggunakan produk susu dan turunannya.
(Baca: Pemerintah Resmi Gugat Uni Eropa ke WTO Soal Diskriminasi Kelapa Sawit)