Dari Gunung Malabar, Kopi Indonesia Mendunia
Dari pegunungan Malabar, Pengalengan, Jawa Barat dengan ketinggian 1800 meter di atas permukaan laut, kopi asal Indonesia mendunia. Kopi Pengalengan yang terkenal dengan sebutan Java Preanger diakui secara internasional sebagai specialty coffee atau kopi arabika dengan kualitas tinggi.
Pada ajang Specialty Coffee Association of America Expo, tiga tahun lalu, empat penghargaan kopi spesial berasal dari Pengalengan. Salah satu yang mendapat penghargaan adalah Malabar Honey, hasil produksi perkebunan Slamet Prayoga.
Kopi ini mendapatkan skor uji standar caswells coffee 84 dengan ukuran minimal 80 sebagai kopi spesial. Penghargaan bergengsi lainnya yang pernah diterima kopi dari perkebunan Yoga -– nama panggilan Slamet Prayoga- yakni Malabar Natural untuk juara kopi filter MICE Melbourne di Australia.
(Baca: Masih Laku, Begini Cara Memulai Bisnis Kopi Susu Kekinian)
Keunikan kopi dari kebun Yoga yakni varian rasa buah-buahan. Malabar Honey memiliki ragam cita rasa seperti vanila, jeruk nipis, sirup maple, sedikit floral. Sedangkan Malabar Natural mempunya rasa nangka dan pisang.
Yoga menghasilkan kopi yang berkualitas dengan standard internasional dimulai tanpa pengetahuan dan pengalaman bercocok tanam kopi. “Ketika itu minum kopi saja tidak pernah,” ujarnya.
Keberhasilan Yoga bermula dari pemilihan lokasi perkebunan yang tepat. Pengalengan merupakan tempat pengembangan perkebunan kopi besar-besaran masa Belanda. Pada 1707, Gubernur Jenderal Belanda Joan van Hoorn memerintahkan para Bupati di kawasan Bandung, Jawa Barat, waktu itu bernama Priangan untuk mengembangkan perkebunan kopi.
Pemilihan Priangan, pusat dari Jawa Barat bukan karena dekat dengan Batavia, juga karena tofografi dan iklim yang cocok dengan tanaman kopi. Di situlah asal, mula penanaman kopi besar-besaran dimulai. Daerah di pegunungan Malabar yang berada di sebelah selatan Jawa Barat, menjadi sentra produser kopi yang penting.
Malabar punya empat puncak yakni Malabar, Mega, Puntang dan Haruman. Malabar memiliki nama yang hampir sama dengan asal bibit kopi yakni daeri kawasan Malabar, India. Kopi Malabar asal Jawa Barat ini terkenal ketika itu dengan sebutan A Cup of Java.
Keberhasilan perkebunan kopi dari Jawa Barat ini membuat penyebarannya semakin meluas di seantero Nusantara. Kopi pun disebarkan ke beberapa daerah lain, seperti Bali, Timor-Timur, Sulawesi dan Sumatra. Kini Sumatra menjadi lumbung kopi sebanyak 514 ribu ton atau sekitar 71% produksi kopi nasional dihasilkan dari pulau yang memiliki nama lain Swarnadwipa ini. Berikut Databoks:
Menjaga Kualitas Kopi Malabar
Setelah bekerja puluhan tahun di perkebunan sawit, Yoga memilih berhenti dari pekerjaanya di usia 50 tahun. Dia mengejar impiannya menjadi seorang petani. Selama dua tahun dia sempat bergonta ganti menjajal berbagai tanaman hingga bertemu dengan kopi.
Berbekal informasi secuil mengenai kopi Pengalengan, dia mendatangi daerah tersebut mengandalkan Googlemaps. “Sampai di sana seharian saya nongkrong sama tukang ojek, mengobrol tentang kopi. Hingga akhirnya berpikir ini yang saya cari,” kata Yoga yang merupakan sarjana ilmu pertanian dari Universitas Mulawarman, Kalimantan.
Yoga kemudian menetap sementara untuk mempelajari prospek perkebunan kopi di kawasan Pengalengan selama sebulan. Setelah yakin, dia pun menjalin kerja sama dengan Perhutani menggarap lahan perkebunan kopi sekitar 20 hektare pada 2012. Yoga membangun perusahaan PT Sinar Mayang Lestari dengan merk dagang Malabar Mountain Coffee.
Yoga memulai bisnisnya dengan modal sekitar Rp 10 miliar-15 miliar. Dia menganggap modal saja tak cukup sehingga dia pun tekun mempelajari cara budidaya, sistem perawatan, dan cara berbisnis yang efektif.
Banyak hal yang Yoga pelajari dari membangun perkebunan kopi. Dia memberikan perlakuan khusus sehingga perkebunan kopinya mampu berbuah banyak dan produktif. Secara rutin Yoga melakukan pemupukan yang teratur, pemangkasan dahan-dahan pohon yang mati dan tidak produktif, serta perawatan tanah di sekitar tanaman.
Proses memangkas ranting dan daun agar tak terlalu rimbun ini penting. Tujuannya agar tanaman kopi tetap mendapatkan sinar matahari sehingga batang pohon terhindar dari serangan jamur atau virus yang merusak tanaman.
Yoga pun memperhatikan betul saat panen. Dia melarang anak buahnya memetik buah yang masih hijau. Kopi yang benar-benar matang berwarna merah atau ceri yang hanya diperbolehkan dipetik. Setelah pemetikan, ceri ini kemudian dijemur di bawah sinar matahari.
Proses selanjutnya yang menjadi perhatian Yoga yakni penyortiran. Dia menyortir kopinya berulang kali melalui mesin maupun sortir manual. Untuk sortir manual, Yoga mempekerjakan warga kampung untuk menyortir dengan mengupas kulit ceri (pulper), maupun mengupas kulit gabahnya (huller). Penyortiran ini untuk memilih biji kopi yang terbaik untuk kemudian disangrai dan digiling.
Setelah mengelola perkebunan selama tujuh tahun, lahan perkebunan yang dikelola Yoga mencapai 100 hektar dengan lebih dari 230.000 pohon kopi arabika. Produksi kopi pun terus meningkat, awal membuka lahan perkebunan jumlahnya 4-5 ton per tahun, kini panen kopi Malabar Mountain dapat mencapai 30-35 ton per tahunnya.
Pembelinya kopi Malabar Mountain datang dari berbagai daerah di Indonesia, mulai dari di pulau Jawa yakni Jakarta, Bogor, Bekasi, Karawang, Purwakarta, Cirebon, Purwokerto, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Bali. Selain pulau-pulau lain di luar Jawa seperti Kalimantan dan Sumatra.
Permintaan datang juga dari mancanegara seperti Tiongkok, Australia, dan Amerika. Untuk masalah pengiriman ke luar negeri tersebut, Yoga hanya menyerahkan kopi tanpa terlibat proses perizinan.
Mayoritas pembeli memesan roasted bean yang siap olah, namun ada juga yang memesan green bean. Sekali pesan para pembelinya memesan 5-10 karung yang berisi 60 kilogram biji kopi per karung, bahkan ada yang memesan dalam hitungan ton.
Biasanya sejak awal tahun Yoga membuka tawaran pesanan kopi sejak awal tahun. Setelah proses booking, Yoga kemudian menghitung jumlah produksi kopi yang harus dipenuhi sepanjang tahun. Dia akan menutup pemesanan apabila melebihi kapasitas produksinya.
Sering kali Yoga terpaksa tak memenuhi pesanan para pelanggannya karena produksi tanaman kopinya meleset. Yoga menganggapnya wajar karena tanaman kopi kerap tak dapat dipastikan jumlah panennya.
Bagi Yoga, hal yang utama yang harus dia jaga selama berbisnis kopi yakni menjaga kualitas kopi Malabar Mountain. Sehingga dia tak akan pernah mencampur kopi produksinya dengan jenis lain demi memenuhi pesanan. "Konsistensi kualitas itu kunci kopi Malabar Mountain hingga bertahun-tahun, sehingga kopinya terus berada di grade specialty, dan orang terus tetap menanti kopi ini,” kata Yoga.
Reporter/Penulis: Dorothea Putri