Neraca Dagang April 2019 Defisit US$ 2,5 Miliar
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, neraca dagang pada April 2019 defisit US$ 2,5 miliar. Secara rinci, nilai ekspornya mencapai US$ 12,6 miliar atau turun 13,10% secara tahunan (year on year/yoy). Sementara, impornya naik 6,58% (yoy) menjadi US$ 15,10 miliar.
"Kita tahu mendekati lebaran jadi impor mengalami peningkatan," ujar Kepala BPS Suhariyanto dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Rabu (13/5).
Menurut dia, penurunan ekspor terjad lantaran situasi perdagangan global semakin sulit. Saat ini pemerintah Amerika Serikat dan Tiongkok belum mencapai kesepakatan dengan perjanjian dagangnya. Hal itu memicu ketidakpastian ekonomi dunia.
(Baca: BPS: Ekspor April 2019 Turun 13,1% Jadi Rp US$ 12,6 Miliar)
Kondisi defisit ini sesuai dengan prediksi analis sebelumnya, namun angka realisasinya lebih tinggi. Neraca perdagangan pada April 2019 diperkirakan berbalik defisit setelah dua bulan sebelumnya surplus. Defisit terjadi lantaran kinerja ekspor melambat.
“Neraca perdagangan April defisit US$ 376 juta, dibandingkan dua bulan sebelumnya yang surplus US$ 870 juta,” kata Ekonom Permata Bank Josua Pardede kepada Katadata.co.id, kemarin .
Secara rinci, ia memperkirakan laju bulanan ekspor melambat 2,2% secara bulanan atau negatif 5,68% dibandingkan tahun lalu pada periode yang sama. Sementara impor tumbuh 4,5% secara bulanan, atau melambat 12,83% dibandingkan April 2018.
Kinerja ekspor cenderung tertahan oleh tren penurunan volume permintaan dari mitra dagang utama. Hal ini tercermin dari penurunan Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur dari Tiongkok dan India.
Selain itu, ekspor juga dipengaruhi oleh tren penurunan harga komoditas, seperti batubara yang secara rata-rata turun 12% secara bulanan. Namun, harga komoditas juga diimbangi dengan kenaikan harga minyak kelapa sawit yang naik 5% dibandingkan bulan sebelumnya.
Sementara, peningkatan impor didorong oleh impor barang konsumsi dalam rangka menjaga pasokan barang konsumsi menjelang Lebaran 2019. Di sisi lain, impor barang modal dan bahan baku diperkirakan akan cenderung melandai terindikasi dari aktivitas manufaktur Indonesia yang turun pada April lalu.
Selain itu, investasi yang melandai juga terindikasi laju penjualan dan konsumsi semen yang masing-masing terkontraksi -6,7% dan -8,7% dibandingkan tahun lalu periode yang sama.
(Baca: Perang Dagang Berlanjut, Neraca Dagang Berpotensi Melebar )