Pemerintah Siap Laporkan Diskriminasi Sawit Uni Eropa ke WTO

Image title
18 Maret 2019, 20:35
Buah Sawit
ANTARA FOTO/Akbar Tado
Pekerja memperlihatkan biji buah sawit di salah satu perkebunan sawit di Topoyo, Kabupaten Mamuju Tengah, Sulawesi barat, Sabtu (25/3). Menurut pedagang pengepul di daerah tersebut, harga sawit mengalami penurunan dari harga Rp1.400 menjadi Rp1.000 per kilogram akibat kualitas buah tidak terlalu bagus.

Pemerintah akan melawan tindakan diskriminasi yang dilakukan oleh Uni Eropa terhadap industri perkebunan kelapa sawit. Jika diplomasi buntu, Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution menyatakan bakal membawa masalah ini ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). 

“Ini diskrimiatif. Kami akan bawa ini sampai ke WTO,” kata Darmin di kantornya, Jakarta, Senin (18/3).

Aduan akan dilayangkan bila Parlemen Eropa menyetujui rancangan kebijakan bertajuk Delegated Regulation Supplementing Directive of The EU Renewable Energy Direcyive II yang diajukan pada 13 Maret 2019. Parlemen Eropa masih memiliki waktu untuk meninjau rancangan yang diajukan oleh Komisi Eropa tersebut dalam waktu dua bulan sejak diterbitkan.

(Baca: Soal Sawit, Pemerintah Akan Lobi Uni Eropa Bulan Depan)

Dalam draf tersebut, Komisi Eropa mengklasifikasikan Crude Palm Oils/CPO sebagai komoditas yang tidak berkelanjutan dan berisiko tinggi. Bila draf ini diundangkan di parlemen, maka Komisi Eropa akan memiliki dasar hukum untuk menjegal masuknya CPO ke Benua Biru.

Darmin pun menduga langkah ini merupakan tindakan diskriminatif untuk melindungi pasar minyak nabati lokal, seperti rapeseed. Maka, hal ini menurutnya perlu dibuktikan di sidang WTO. Biar jelas, apakah langkah ini fair atau hanya protectionism," ujarnya.

Apalagi, yang dirugikan atas tindakan ini bukan hanya Indonesia, melainkan juga negara penghasil minyak sawit lain seperti Malaysia dan Kolombia. Dalam kasus ini, pemerintah juga akan menggalang dukungan dari negara-negara ASEAN.

(Baca: Kemendag Cabut Aturan Verifikasi Teknis Ekspor Sawit)

Lebih lanjut, Indonesia dan Malaysia akan segera mengadakan pertemuan untuk mematangkan tindak lanjut penolakan terhadap keputusan Komisi Eropa. "Presiden Jokowi telah mengangkat isu ini dan disambut Perdana Menteri Malaysia Mahatir Mohamad," katanya. 

Khusus bagi Indonesia, Uni Eropa merupakan pasar ekspor terbesar kedua setelah India. Data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menunjukkan, jumlah ekspor CPO ke Uni Eropa mencapai 4,78 juta ton atau sekitar 14,92% dari total ekspor CPO. Sementara itu untuk turunannnya, ekspor mencapai 32,02 juta ton pada 2018.

Sementara ekspor ke India sebanyak 6,71 juta ton, Amerika Serikat 1,21 juta, dan negara-negara lain 6,44 juta ton.

Reporter: Rizka Gusti Anggraini
Editor: Pingit Aria

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...