Terganjal Hambatan Dagang, Mayora Bangun Pabrik Rp 987 M di Filipina
PT Mayora Indah Tbk (MYOR) berencana membangun pabrik Filipina senilai US$ 70 juta atau sekitar Rp 987 miliar di Filipina sebagai salah satu upaya menyelesaikan hambatan dagang. Sejak Agustus 2018, negara yang dipimpin Rodrigo Duterte itu mengenakan hambatan dagang khusus (special safeguard) terhadap sejumlah produk Mayora.
Presiden Direktur Mayora Andre Atmadja mengatakan perusahaan akan melakukan investasi pembangunan pabrik di Filipina secara bertahap.
Pada tahap awal, perusahaan akan berinvestasi US$ 70 juta. Nilai tersebut setara 20% dari ekspor Mayora ke Filipina.
Adapun peletakan batu pertama (ground breaking) pabrik rencananya akan dilakukan pada kuartal IV tahun ini sekaligus bertepatan dengan ulang tahun ke-70 hubungan antara Indonesia dan Filipina. “Kami sudah kirim tim ke Filipina dan proses survei sedang berjalan,” kata Andre di Tangerang, Senin (18/2).
(Baca: Mayora Merugi Rp 225 Miliar Akibat Hambatan Dagang Filipina)
Dengan komitmen investasi ini, dia pun berharap Filipina akan menghapus hambatan dagang perusahaan. Sebab, Filipina merupakan pasar yang besar yang Mayora dengan kontribusi ekspor mencapai 25%-30% terhadap total ekspor produk perseroan.
Selain itu, Andre pun menyebut, pihaknya juga tetap melakukan ekspansi organik di pasar domestik. Tahun lalu, Mayora berinvestasi hampir mencapai Rp 5 triliun untuk membangun pabrik dan ditargetkan rampung pada kuartal III 2019.
Sementara terkait hambatan dagang, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menjelaskan pemerintah terus memperjuangkan menghapus hambatan dagang khusus dari Filipina untuk produk kopi olahan Mayora. Salah satu solusi yang ditawarkan pemerintah yaitu dengan membuka akses pasar pisang cavendish asal Filipina.
Dia menegaskan, pembukaan akses pasar tidak akan mengganggu produk pisang dalam negeri karena risikonya sangat kecil. Namun, penutupan akses Filipina akan membuat ekspor produk Indonesia, khususnya Mayora, bisa terganggu. Selain karena alasan mendatangkan devisa, alasan lain yang membuatnya mendukung langkah Mayora adalah terkait penciptaan lapangan kerja untuk industri padat karya.
Menurut Enggar, pengenaan hambatan dagang merupakan praktik yang kerap terjadi dalam perdagangan global, apalagi jika negara mitra dagang mengalami defisit yang besar dengan Indonesia. “Biarkan mekanisme pasar berlaku, tetapi jangan tutup akses pasar,” ujarnya.
Kementerian Perdagangan juga akan melakukan forum bisnis untuk meningkatkan perdagangan secara bilateral antara Indonesia dan Filipina. Khusus hambatan dagang Mayora, Enggar juga telah mengirim surat kepada Menteri Perdagangan dan Industri Filipina Ramon Lopez.
(Baca: Jokowi Saksikan Pelepasan Ekspor Kontainer ke-250.000 Mayora )
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi Lukman mengungkapkan potensi produk makanan dan minuman olahan masih sangat besar. Dari total produksi makanan minuman olahan, konsumsi domestik masih menyumbang 95%, sedangkan ekspor hanya menyerap 5%terhadap produksi.
Namun untuk menggenjot kontribusi ekspor agar menjadi lebih besar, Adhi mengatakan produk Indonesia masih kerap terganjal banyak hambatan dagang, baik dalam bentuk tarif dan nontarif. Sehingga, pemerintah harus menjadi penengah dalam peningkatan ekspor produk makanan dan minuman olahan. “Misi dagang sangat penting, terutama bagi perusahaan yang memulai akses pasar baru,” kata Adhi.