Neraca Dagang September 2018 Diprediksi Kembali Defisit US$ 1,5 Miliar
Tekanan perang dagang, kenaikan impor bahan bakar minyak serta depresiasi rupiah masih membayangi kinerja neraca perdagangan hingga sembilan bulan pertama 2018. Akibat kondisi itu, defisit neraca perdagangan dalam negeri diperkirakan masih akan mencatat defisit US$ 1 miliar hingga US$ 1,5 miliar hingga September 2018.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira mengatakan ada sejumlah faktor yang menyebabkan neraca dagang RI melemah.
Pertama, kinerja ekspor diprediksi tumbuh melambat karena imbas proteksi dagang terutama dari India yang mengenakan kenaikan bea masuk produk CPO asal Indonesia. Sementara itu, pemulihan permintaan barang mentah untuk industri di negara seperti Tiongkok dan Eropa juga masih dirasa lambat seiring rendahnya data produksi manufaktur di negara tersebut.
(Baca: Impor Tinggi, Neraca Dagang September Diramal Kembali Defisit)
Kedua, tekanan neraca dagang kemungkinan juga masih akan terjadi seiring dengan melonjaknya nilai impor bbm akibat pelemahan kurs rupiah dan naiknya harga minyak acuan brent pada September sebesar 9%. Adapun impor barang non migas khususnya kategori barang konsumsi juga dipreduksi masih tumbuh.
"Dampak pph 22 mungkin ada, tapi masih membutuhkan waktu dari sisi importir untk melakukan penyesuaian," katanya kepada Katadata.co.id, Minggu (15/10).
Tak hanya itu, impor bahan baku dan barang modal untuk keperluan infrastruktur masih akan berkontribusi terhadap defisit neraca dacgang September. Menurut catatannya, setidaknya teradapat lima barang impor besar untuk kebutuhan infrastruktur seperti mesin, peralatan listrik dan besi baja.
"Tanpa adanya rem proyek infrastruktur yang tengah berjalan, imbas ke defisit non migas nya terus terjadi," ujarnya.
(Baca: Defisit Neraca Migas Agustus Membengkak dan Terbesar Sejak Awal Tahun)
Dengan beragam faktor tresebut, dia pun memprediksi tren defisit akan konsisten terjadi hingga akhir tahun dengan prediksi seiring naiknya permintaan domestik terhadap barang2 impor jelang Natal dan Tahun Baru. Faktor seasonal lainnya, yakni dengan meningkatnya permintaan barang impor untk bahan baku dan penolong industri.
"Industri mengejar target untuk produksi awal tahun 2019 dan menghindari pelemahan kurs lebih dalam jadi impor November dan Desember naik tinggi," kata dia.
Hingga akhir tahun, secara keseluruhan defisit neraca dagang Indonesia diperkirakan mencapai US$ 9,5 miliar.
Defisit neraca dagang juga sebelumnya diungkap Ekonom Maybank Indonesia Myrdal Gunarto. Dia menyatakan neraca dagang September tidak akan bergerak signifikan dibandingkan bulan lalu.
“Kelihatannya masih defisit karena impor minyak, pangan, dan bahan baku infrastruktur masih cukup tinggi seperti bulan sebelumnya,” kata Myrdal kepada Katadata.co.id, Jumat (12/10).
(Baca: Perdagangan Loyo, Neraca Dagang Agustus 2018 Defisit US$ 1,02 Miliar)
Sementara itu, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Perdagangan, Kementerian Perdagangan, Kasan juga mengungkapkan hal senada. Menurutnya, kemungkinan defisit masih akan tetap terjadi, tetapi untuk neraca dagang nonmigas diperkiran bisa surplus. Impor akan mengalami penurunan karena beberapa kebijakan pemerintah seperti PPh impor barang konsumsi dan mandatori B20.
Meski begitu, Kasan mengaku kemungkinan penurunan impor, terutama migas, belum cukup signifikan tanpa merinci megenai potensi besaran penurunan impor. “(Penurunan impor) Diperkirakan mampu memperbaiki sedikit defisit neraca perdagangan,” ujar Kasan.
Sedangkan terkait ekspor pada September 2018, Kementerian Perdagangan optimistis akan ada peningkatan dibandingkan volume dan nilai ekspor September 2017. Namun, ekspornya masih tetap stagnan jika dibandingkan nilai dan volume ekspor pada bulan sebelumnya.