Trump Kenakan Tarif Baru Rp 2.960 Triliun atas Produk Impor Tiongkok
Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok kembali memasuki babak baru. Tensi perdagangan kedua negara dengan perekonomian terbesar di dunia itu kembali memanas setelah Presiden AS Donald Trump, pada Senin (17/9) waktu setempat mengumumkan pengenaan tarif impor baru sebesar 10% atau senilai US$ 200 miliar (sekitar Rp 2.960 triliun) terhadap komoditas Tiongkok yang akan mulai berlaku 24 September mendatang.
Dalam kebijakan baru ini, Trump mengecualikan pengenaan tarif baru untuk komoditas jam tangan pintar produksi Apple Inc dan perangkat bluetooth berserta produk lain seperti helm sepeda, kursi tinggi, kursi mobil anak-anak, playpens, dan bahan kimia industri. Produk tersebut sebelumnya masuk dalam daftar 300 barang yang akan dikenakan tarif yang dirilis Juli lalu.
"Selama berbulan-bulan, kami mendesak Tiongkok untuk mengubah praktik tidak adil ini, dan memberikan perlakuan yang adil dan timbal balik kepada perusahaan-perusahaan Amerika," kata Trump dilansir dari Bloomberg, Selasa (18/9).
(Baca : Serangan Baru Perang Dagang Amerika yang Mengancam Ekonomi Dunia)
Trump juga mengancam akan menaikan tarif menjadi 25% dan mengenakan tarif lanjutan US$ 267 miliar jika Tiongkok melakukan aksi balasan khususnya pada kalangan industri dan petani AS. Beijing sebelumnya mengatakan akan membalas tarif AS dengan mengenakan bea atas US$ 60 miliar atas beberapa barang asal AS mulai dari gas alam cair hingga pesawat.
Dengan eskalasi pengenaan tarif terbaru, konsumen Amerika bisa mulai merasakan kenaikan harga barang kebutuhan sehari-hari. Sebab, dengan dikenakannya tarif tambahan hingga $ 250 miliar, angka itu diperkirakan mencapai setengah dari pengiriman Tiongkok ke AS tahun lalu.
Jika AS jadi mengenakan tarif tambahan US$ 267 miliar pada produk impor dari Tiongkok, maka secara kumulatif hampir sama dengan jumlah barang yang dibeli AS dari negara Asia itu tahun lalu.
(Baca juga : Perang Dagang Berpotensi Memukul Ekspor Komoditas Andalan)
Trump pada Juli dan Agustus telah mengenakan tarif 25% pada produk Tiongkok senilai US$ 50 miliar atas apa yang disebut kebijakan perdagangan tak adil dan pencurian kekayaan intelektual. Jika ancaman tarif ketiga itu direalisasikan, maka nilai keseluruhan barang Tiongkok yang terkena tarif baru AS mencapai lebih dari US$ 500 miliar.
Ditentang
Trump terus meningkatkan tekanan pada Beijing untuk mengubah praktik perdagangannya. Beberapa pemimpin bisnis telah memperingatkan strategi ini bisa berisiko membalikkan rantai pasokan mereka dan menaikkan biaya. Para ekonom juga khawatir taktik Trump dapat menggagalkan pertumbuhan ekonomi global secara luas dalam beberapa tahun.
(Baca : BI Sebut Perang Dagang Ganggu Laju Ekonomi dan Picu Kenaikan Bunga AS)
Kebijakan perang tarif Trump juga mendapat tentangan dari Kamar Dagang AS, pengecer, kelompok pertanian, dan beberapa anggota partai Republik.
"Tampaknya pemerintah menanggapi beberapa kekhawatiran industri, tetapi bagi banyak bisnis dan konsumen Amerika, hal ini menyebabkan percepatan biaya dan ketidakpastian lebih tinggi," kata Rufus Yerxa, presiden Dewan Perdagangan Luar Negeri Nasional, dilansir dari Bloomberg.
Dia juga menyebut kalangan bisnis sebetulnya membenci ketidakpastian. Menurutnya, mereka lebih suka memiliki hubungan perdagangan yang tidak sempurna daripada kondisi yang banyak diliputi kekacauan.