Geliat Pekerja Tiongkok di Morowali: Upah Sama tapi Beda Perlakuan
Urusan perut, IMIP juga sengaja memisahkan kantin pekerja TKA dengan pekerja di tempat yang berbeda meski hanya berjarak sekitar 200 meter saja. Pihak IMIP sengaja memisahkan kantin tersebut, karena pertimbangan kandungan menu dan kandungan makanan.
Makanan bagi pekerja asal Tiongkok terkadang mengandung babi, haram bagi pekerja lokal yang mayoritas muslim. Untuk TKA yang beragama muslim, mereka makan dengan menu yang sama dengan pekerja lokal. Sedangkan juru masak di kantin TKA, pihak perusahaan sengaja menempatkan orang-orang yang beragama nonmuslim untuk menghormati agama juru masak Islam dan menghindari konflik.
Ketua koki TKA Chai Ming mengatakan selera makan pekerja asal Tiongkok memang berbeda dengan pekerja lokal. Chai Ming yang tak bisa berbahasa Indonesia ini mengatakan, tidak ada bahan makanan impor, semua berasal dari dalam negeri. "Banyak bahan makanan dari Makasar, Kendari, juga lokal di sekitar Morowali,” kata Chai Ming.
Pihak perusahaan sadar akan keperluan hiburan pekerjanya. Untuk itu, mereka sedang membangun mini bioskop dan tempat karaoke di kawasan industri. Selain itu, pihak perusahaan juga sudah mengajukan kepada Pemerintah Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, untuk membangun tempat pembuangan sampah akhir (TPA) dengan menawarkan studi dan rancangan pembangunan. Sudah dua kali diajukan, tapi belum ada respon.
Sepanjang perjalanan yang dilalui ke Kawasan Industri Morowali, memang kerap terlihat beberapa titik tumpukan sampah di pinggir jalan. Ketika mampir untuk makan siang di salah satu warung seafood pinggir pantai, juga terlihat banyak sampah di lumpur tempat pohon bakau tumbuh. Pemakanan umum pun juga tak terlihat sepanjang perjalanan di daerah sekitar kawasan perusahaan. Ada satu-dua pekarangan rumah yabng digunakan sebagai peristirahatan terakhir sanak-saudaranya.
(Baca: Moeldoko: Setop Goreng Isu Pekerja Asing Untuk Kepentingan Politik)
Tempat penting yang kerap dikeluhkan oleh CEO IMIP Alexander Barus adalah keberadaan rumah sakit. Dia mengatakan, klinik yang saat ini ada, sudah tak layak untuk menunjang kesehatan karena selain dimanfaatkan oleh pekerja di kawasan industri, warga sekitar juga menggantungkan kesehatannya di klinik tersebut. Dari daya tampung pasien sebesar 2.000 orang per bulannya, klinik ini dikunjungi sekitar 5.000 orang setiap bulannya.
Tidak hanya meminta kepada Pemerintah Kabupaten Morowali untuk membangun rumah sakit, Alex juga meminta perhatian khusus soal pembangunan rumah sakit kepadaa Staff Kepresidenan Moeldoko dan Menteri Ketenagakerjaan Muhammad Hanif Dakiri dalam kesempatan video konferensi pada Selasa (7/8). "Di atas itu semua, ada satu yang sudah kami sampaikan juga ke Kementerian Kesehatan, minta diadakan satu rumah sakit, tipe C juga tidak apa-apa," kata Alex dengan sikap memohon.