Saingi Batik, Tenun Ikat Incar Pasar Seragam Korporasi
Batik kerap menjadi pilihan utama sebagai bahan seragam pegawai instansi pemerintah hingga perusahaan swasta. Kini, kain tradisional lain seperti tenun ikat mulai dilirik. PT Bank Central Asia Tbk (BCA) misalnya, menggaet IKAT Indonesia untuk menyediakan seragam bagi 27 ribu pegawainya.
Fashion Designer dan Founder IKAT Indonesia Didiet Maulana berharap, setelah BCA, akan lebih banyak korporasi menggunakan kain tenun sebagai bahan dasar seragamnya. "Kami coba perluas pasar. Ini (seragam korporasi) potensinya sangat besar," ujarnya di Menara BCA, Jakarta, Senin (9/7).
Ia mengakui, tantangan untuk menyasar pasar korporasi adalah waktu dan jumlah tenaga kerja. Berbeda dengan batik yang bisa dibuat dengan mesin, tenun ikat adalah produk handmade.
Didiet mengklaim proses desain seragam BCA memakan waktu satu tahun. Ia juga membutuhkan setahun lagi untuk produksi 45 ribu meter kain tenun ikat yang akan dijadikan seragam. "Tidak semua korporasi bisa menunggu lama," kata dia.
(Baca juga: Cerita Menteri Rini Soal Batiknya yang Laku Dilelang Rp 8,1 Juta)
Dalam pembuatan seragam BCA ini, ia menggaet 500 kelompok perajin di Desa Troso, Jepara, Jawa Tengah. Setiap kelompok terdiri atas 2 hingga 10 orang, sehingga secara total pembuatan seragam ini melibatkan 2.500 perajin. Adapun motif yang digunakan adalah cengkeh dan cermin.
"Saya lihat Troso, adalah satu daerah yang siap menangani proyek besar dan kilat. Daerah lain sedang menuju ke sana," ujarnya.
Toh potensinya besar besar. Ia menyebutkan, ada 29 provinsi di Indonesia yang masyarakatnya menghasilkan tenun ikat. Sepanjang permintaannya ada dan konsisten, ia optimistis tenun ikat bisa menjadi peluang bisnis bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Adapun, IKAT Indonesia menyediakan sekitar 80 ribu setelan seragam bagi 27 ribu pegawai BCA melalui kerja sama ini. Setiap pegawai menerima tiga jenis seragam. "Tiga tahun kemudian seragam ini akan diganti. Jadi kerja sama akan berlanjut," ujar Direktur BCA Lianawaty Suwono.
Di dalam negeri, IKAT Indonesia sudah bekerja sama dengan beberapa korporasi seperti pengembang Gandaria City Mall dan Kuningan City Mall, distributor otomotif Mitsubishi dan Mercedes-Benz, juga Universitas Podomoro untuk menyediakan seragam.
(Baca juga: Gitar Menhub Dilelang, Sri Mulyani Khawatir Tak Bisa Main Musik Lagi)
Pada kesempatan itu, Rektor Unika Atma Jaya sekaligus ekonom Agustinus Prastyantoko menyampaikan bahwa tenun ikat juga potensial dijadikan produk ekspor. Afrika misalnya, dinilai bisa menjadi pangsa pasar bagi produsen tenun ikat. "Afrika punya batik juga, makanya ada sense. Saya kira kalau tenun dibawa ke sana akan mudah diterima," kata dia.
Sepanjang ada peningkatan kapasitas baik dari sisi produksi ataupun pembiayaan, ia optimistis ekspor tenun ikat bakal melonjak. Selain itu, komoditas ini bisa dioptimalkan untuk menarik wisatawan mancanegara melalui desa wisata khusus perajin tenun ikat.
Dengan begitu, neraca transaksi berjalan (current account) bisa kembali surplus dalam jangka menengah panjang. "Saya kira perlu upaya mengaitkan potensi lokal dengan yang lain seperti pariwisata. Kalau itu terjadi masif, itu bisa selamatkan perekonomian (dari defisit transaksi berjalan)," kata dia.