Kemenperin Akan Kurangi Impor Garam 600 Ribu Ton Diganti Produk Lokal
Pemerintah berencana tak menerbitkan seluruh kuota impor garam 3,7 juta ton di tahun 2018. Saat ini izin impor garam yang telah diterbitkan sebanyak 3,046 juta ton dan sisanya sekitar 600 ribu ton rencananya tak akan ditindaklanjuti karena dapat disubtitusi dengan produksi garam lokal.
Direktur Jenderal Industri Kimia Tekstil dan Aneka (IKTA) Kementerian Perindustrian Ahmad Sigit Dwiwahjono mengatakan, kebutuhan garam industri sekitar 600 ribu ton dapat disubtitusi dari produksi garam lokal.
Sigit menjelaskan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memprediksi pada tahun ini panen garam akan mencapai 1,5 juta ton. Dari jumlah tersebut, sebanyak 700 ribu ton akan digunakan untuk garam konsumsi.
Dari 800 ribu ton sisa produksi garam lokal tersebut, Sigit menilai akan bisa diolah sebagai bahan baku kebutuhan industri. Produksi 800 ribu ton garam lokal tersebut masih perlu pengolahan dan jumlahnya akan berkurang 20% atau sekitar 600 ribu ton.
"Tinggal sekitar 600-700 ribu ton. Ini yang akan kami cadangkan untuk mensubstitusi impor," kata Sigit di kantornya, Jakarta, Selasa (20/3).
(Baca juga: Disebut Tabrak Aturan, PP Impor Garam Bakal Digugat ke MA)
Menurut Sigit, cara ini dilakukan agar garam produksi lokal dapat terserap dengan baik. Nantinya, akan ada sembilan industri pengolahan garam yang akan menyerap garam produksi lokal.
Hanya saja, jumlah pasti pasokan dari garam produksi lokal akan ditentukan oleh cuaca selama panen. Sebab, cuaca menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kapasitas produksi garam lokal.
Dia menceritakan bahwa pada 2016, produksi garam lokal merosot hingga hanya sebesar 200 ribu ton akibat terdampak faktor cuaca. Bahkan, lanjut Sigit, ketika itu KKP harus mengeluarkan importasi sebesar 150 ribu ton untuk memenuhi kebutuhan garam konsumsi.
Adapun, pasokan dari garam produksi lokal dapat dilakukan setelah Oktober 2018. Hal ini dengan perkiraan bahwa panen garam akan terjadi pada medio Juni-Oktober 2018.
"Ya kami lihat, kami kan enggak tahu cuaca ya, iklim yang akan datang," kata Sigit.
(Baca juga: Anggap Kuota Impor Garam Terlalu Banyak, Susi: Produksi Petani Cukup)
Kementerian Perekonomian telah menetapkan kuota impor tahun ini sebanyak 3,7 juta ton. Impor garam yang sudah dikeluarkan sebesar 3,046 juta ton dengan rinciannya, 2,37 juta ton impor garam telah diterbitkan pada awal tahun oleh Kementerian Perdagangan.
Setelah itu sebanyak 676 ribu ton garam baru diberikan lewat Surat Persetujuan Impor (SPI) oleh Kementerian Perdagangan pada Jumat (16/3). SPI diterbitkan bersamaan dengan diberikannya rekomendasi impor garam dari Kementerian Perindustrian.
Peralihan rekomendasi impor garam dari KKP ke Kementerian Perindustrian diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2018 terkait kewenangan impor garam industri. Dalam PP tersebut, kementerian perindustrian yang berwenang memberikan impor komoditas perikanan dan pergaraman sebagai bahan baku dan bahan penolong industri.
Aturan tersebut juga menegaskan izin impor garam sebagai bahan baku dan bahan penolong industri untuk 2018 dikeluarkan kementerian perdagangan sebanyak 2,3 juta ton yang dinyatakan berlaku mengikat.
Ketua Asosiasi Petani Garam Rakyat Indonesia (APGRI) Jakfar Sodikin menilai, PP tersebut bertentangan dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam. Dalam UU Nomor 7 Tahun 2016 disebutkan rekomendasi impor seharusnya dikeluarkan KKP.
Rencananya dalam waktu dekat timnya akan menggugat aturan tersebut ke Mahkamah Agung. "Peraturan Pemerintah seharusnya tak boleh bertentangan dengan Undang-undang. Ini namanya tabrak aturan," kata Jakfar dihubungi Katadata.co.id, Senin (19/3).