Kisruh Beras Maknyuss, Mensos Minta Regulasi Beras Subsidi Diperjelas
Kisruh dugaan pemalsuan kualitas oleh PT Indo Beras Unggul (IBU) terus bergulir. Menteri Sosial (Mensos), Khofifah Indar Parawansa pun ikut suara. Ia meminta Kementerian Pertanian (Kementan) memperjelas regulasi soal beras subsidi.
Khofifah memastikan bahwa beras di gudang PT IBU yang Kamis (20/7) lalu digerebek polisi bukan Beras Sejahtera (Rastra) dari Perum Bulog yang penyalurannya di bawah kementeriannya.
“Kalau Rastra itu kan dari Bulog, tapi kan ini dibeli dari petani, jadi bukan Rastra,” katanya di Istana Negara, Jakarta, Senin (24/7).
(Baca juga: Tiga Pilar Bantah “Maknyuss” Dioplos Beras Murah)
Hanya, Khofifah bahwa IR64 merupakan jenis beras medium yang spesifikasinya sama dengan Rastra. Dengan demikian, hampir bisa dipastikan bahwa petani penanamnya menerima bantuan berupa subsidi pupuk dan benih.
Sementara, saat ini belum ada regulasi yang mengatur keharusan beras hasil pertanian yang benih dan pupuknya disubsidi ini wajib dijual ke Bulog. “Tadi saya sampaikan ke Mentan (menteri Pertanian), kita perlu regulasi apakah IR 64 itu harus terserap semua oleh Bulog,” katanya.
Di pihak lain, Kepala Sub bidang Data Sosial-Ekonomi pada Pusat Data dan Sistem Informasi, Kementerian Pertanian Ana Astrid menjelaskan, pemerintah telah menggelontorkan subsidi benih Rp 1,3 triliun dan subsidi pupuk Rp 31,2 triliun kepada petani.
(Baca juga: Mantan Menteri Pertanian Ikut Tercoreng Kasus Beras "Maknyuss")
Padi varietas IR64 merupakan salah satu benih dari Varietas Unggul Baru (VUB). Antara lain varietas Ciherang, Mekongga, Situ Bagendit, Cigeulis, Impari, Ciliwung, Cibogo dan lainnya. “VUB ini total digunakan petani sekitar 90% dari luas panen padi 15,2 juta hektare setahun,” ujarnya.
Petani, menurut Ana, menjual gabah dari padi varietas IR64 pada kisaran Rp 3.500-4.700 per kilogram. Maka, harga beli yang dibayarkan PT IBU menurutnya relatif sama dengan harga rata-rata tersebut.
Masalahnya, perusahaan ini kemudian mengolah dan mengemasnya menjadi beras premium dan dijual ke konsumen dengan harga tinggi. Marjin yang mereka peroleh bisa lebih dari 100%, sementara perusahaan lain membeli gabah ke petani harga yang sama dan diproses menjadi beras medium dengan harga normal.
“Tidak ada distribusi keuntungan wajar antar pelaku,” katanya.
(Baca juga: Saham Induk Beras "Maknyuss" Bergerak Liar, BEI Minta Penjelasan)