Petani Tebu Beromzet di Bawah Rp 4,8 Miliar Batal Kena PPN 10%
Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak hari ini mengundang Asosiasi Petani Tebu untuk membahas pajak pertambahan nilai (PPN) 10 persen gula. Hasilnya, petani tebu dengan omzet di bawah Rp 4,8 miliar per tahun tidak akan dikenai PPN.
Semua permasalahan telah disampaikan kepada kami dari petani tebu dan asosiasi, dan telah menghasilkan kesepakatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan," kata Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan Ken Dwijugeasteadi di kantornya, Jakarta, Kamis (13/7/2017).
Ada dua keputusan yang dihasilkan dalam rapat tiga jam itu. Pertama, petani tebu beromzet di bawah Rp 4,8 miliar per tahun tidak akan dikenai PPN, sebab mereka tidak bisa disebut Pengusaha Kena Pajak (PKP). Selain itu, menurut Undang-undang Perpajakan, pedagang pun tak dapat membebankan PPN yang harus ditanggungnya ke petani.
(Baca: Mendag Tolak Rencana Sri Mulyani Kenakan PPN 10% Bagi Petani Tebu)
Kedua, Direktorat Jenderal Pajak akan mengusulkan penetapan gula petani sebagai barang kebutuhan pokok hasil pertanian, sama seperti beras. Masuknya gula dalam daftar kebutuhan pokok hasil pertanian berarti pemanis makanan ini bukan lagi barang kena pajak, termasuk PPN.
Sebelumnya, dalam Perpres Nomor 71 Tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting, yang menetapkan gula termasuk kelompok barang kebutuhan pokok hasil industri (bukan pertanian) serta Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 39 Tahun 2016 tentang Pengujian UU PPN Nomor 42 Tahun 2009.
Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) pun menyambut keputusan ini. Ketua Umum APTRI Soemitro Samadikoen menyebutkan bahwa ketentuan Dirjen Pajak akan berlaku mulai pekan depan. Dia menekankan, pedagang tidak perlu takut untuk membeli gula dari petani karena tidak akan dikenakan PPN.
Soemitro mengatakan, keputusan ini bisa mendorong produksi tebu dalam negeri supaya bisa meningkat. "Kami akan giatkan gula kami dengan demikian indonesia akan menuju swasembada gula nasional," ujarnya.
(Baca: Asosiasi Petani Tebu Tagih Janji Sri Mulyani soal Pembebasan PPN 10%)
Sementara Ketua Dewan Pembina APTRI Arum Sabil menyebut produksi yang menurun pada tahun lalu akan membuat dikenakannya PPN 10 persen semakin berat. "Tahun yang lalu kami rugi karena biaya produksi yang kami harus bayar meningkat," kata Arum.
Dia menjelaskan ada tiga hambatan produksi gula, yaitu modal kerja, bibit unggul, dan infrastruktur pengairan. Hasilnya, setiap petani tebu di Indonesia yang hanya memiliki dua hektare lahan cuma bisa menghasilkan maksimal Rp 54 juta pada 2016.