Pemerintah Revisi dan Cabut Aturan Penghambat Paket Ekonomi

Ameidyo Daud Nasution
6 Desember 2016, 19:02
PTSP BKPM
Arief Kamaludin|KATADATA
Pelayanan izin usaha di PTSP BKPM

Pemerintah mengakui pelaksanaan paket kebijakan ekonomi yang telah dikeluarkan pemerintah sejak tahun lalu belum berjalan maksimal. Banyak permasalahan yang menghambat, diantaranya aturan yang ada di beberapa kementerian dan lembaga (K/L) yang bertentangan dengan penerapan paket kebijakan tersebut.

Karena permasalahan ini, pemerintah telah berencana aturan-aturan tersebut. Tercatat ada 31 aturan dan payung hukum di K/L yang akan direvisi. Revisi sejumlah aturan tersebut telah disepakati dalam rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian hari ini, Selasa (6/12).

(Baca: Darmin Sebut 10 Sukses Paket Kebijakan Ekonomi)

Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan rapat koordinasi ini membahas 181 aturan yang terkait dengan 14 paket kebijakan. Dari 181 aturan ini, sebanyak 149 diantaranya telah dinyatakan sesuai dengan kebijakan deregulasi. Sementara 31 aturan harus direvisi dan satu aturan harus dicabut.

Adapun 181 aturan merupakan hasil uji substansi yang dilakukan Satuan Tugas (Satgas) Pelaksanaan Paket Kebijakan Ekonomi. “Itu data sampai Desember dan perlu ditindaklanjuti seluruh K/L,” kata Rudiantara yang ditemui usai rapat koordinasi tersebut.

(Baca: Darmin Usul Bentuk Badan Khusus Urus Kemudahan Bisnis)

Dia menjelaskan beberapa aturan yang perlu direvisi, antara lain dua Peraturan Menteri (Permen) Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) soal Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan izin investasi jasa konstruksi. dan Permen Perindustrian soal kewajiban Standar Nasional Indonesia (SNI) bagi barang impor.

Kemudian Permen Pertanian soal izin investasi bidang perkebunan, Permen Perdagangan tentang ketentuan izin impor barang, serta Permen Kuangan tentang izin jasa aktuaria. Sedangkan satu aturan yang harus dicabut adalah Permen Dalam Negeri terkait izin gangguan.

Pemerintah menganggap revisi dan pencabutan peraturan tersebut dilakukan dengan berbagai pertimbangan. Terutama karena masih adanya celah dalam aturan tersebut yang mengharuskan adanya rekomendasi dari pejabat terkait, dalam penerapan paket kebijakan. Rekomendasi dianggap hampir sama dengan pengurusan izin, dan bisa mempersulit dunia usaha.

“Jadi kalau tidak ada izin, lebih baik tidak usah ada (aturan). (Seharusnya) jangan membuat orang susah,” katanya. (Baca: Buah Paket Ekonomi, Investasi Cina Melonjak 533 Persen)

Di tempat yang sama, Wakil Ketua Kelompok Kerja III Satgas Pelaksanaan Paket Kebijakan Ekonomi Raden Pardede mengatakan pihaknya telah melakukan sejumlah langkah dalam meninjau peraturan yang dinilai menghambat ini. Beberapa di antaranya adalah survei persepsi 41 regulasi serta menggelar 10 Focus Group Discussion (FGD) tematik.

“Kami catat yang masih perlu tindak lanjut adalah mengenai infrastruktur dan pertanahan,” katanya.

Sementara Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan deregulasi ini merupakan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam memperbaiki ranking Ease of Doing Business (EODB) yang saat ini berada pada posisi 91. “Presiden telah minta segera dimulai langkahnya,” kata Darmin.

(Baca: Naik 15 Peringkat, Kemudahan Berbisnis di Indonesia Posisi 91 Dunia)

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...