Pelonggaran Ekspor Mineral, Kadin Minta Pemerintah Lebih Adil
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia meminta pemerintah berlaku adil dalam mengeluarkan kebijakan terkait industri pertambangan. Hal ini merespons wacana pemerintah melonggarkan aturan pelarangan ekspor mineral mentah dalam revisi Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (Minerba).
Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Energi Sumber Daya Mineral, Batubara dan Kelistrikan Garibaldi Thohir menyatakan, banyak anggotanya yang merasa keberatan dengan wacana ini. Karena kebijakan bisa dinilai kurang adil bagi perusahaan yang sudah berusaha memenuhi kewajibannya.
Beberapa perusahaan sudah memenuhi komitmennya untuk mendukung program hilirisasi sektor minerba dengan membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter). Mereka mengeluarkan investasi yang tidak sedikit, hingga sekitar US$ 1 miliar - 3 miliar. (Baca: Luhut Usulkan Pelonggaran Ekspor Mineral Mentah di RUU Minerba)
"Tolong azas fairness-nya dipertimbangkan. Karena teman-teman yang sudah melakukan komitmen dalam bentuk investasi, (perlu) diapresiasi," kata Garibaldi yang akrab disapa Boy, saat ditemui di Kantor Wilayah Pajak Sudirman, Jakarta, Rabu (14/9).
Seperti diketahui, UU Minerba melarang produk mineral mentah yang belum diolah untuk dijual ke luar negeri. Agar bisa ekspor, perusahaan tambang harus membangun smelter terlebih dahulu. Targetnya smelter-smelter mineral ini bisa terbangun pada 2017.
Boy juga memahami bahwa perusahaan pertambangan membutuhkan dana agar bisnisnya bisa tetap berjalan. Apalagi di tengah harga komoditas yang sedang rendah sekarang ini. Ekspor hasil tambang menjadi salah satu jalan termudah agar perusahaan memperoleh penghasilan.
Meski demikian, dia berharap pemerintah juga mempertimbangkan aspek lain, jika kebijakan relaksasi ekspor mineral ini dilaksanakan. Pemerintah harus bisa mengutamakan kepentingan nasional, bukan hanya kepentingan segelintir perusahaan. (Baca: Jokowi Disarankan Tak Longgarkan Izin Ekspor Minerba)
"Jangan kepentingan asing yang didahulukan. Saya punya prinsip, kalau bukan kita yang bangun Indonesia siapa lagi? Kita harus Indonesia Incorporated," ujarnya.
Agar kebijakan pemerintah bisa lebih adil, Boy mengusulkan pemerintah meminta masukan dari semua pihak terkait industri pertambangan. Sehingga bisa dirumuskan kebijakan seperti apa yang akan diambil agar perusahaan pertambangan bisa bertahan dan program hilirisasi bisa terus berjalan.
“Perlu ditimbang-timbang dengan bijak, supaya pengusahanya untung, negara juga untung. Sehingga industrinya bisa berkembang bersama-sama,” kata dia. (Baca: Antam Nilai Relaksasi Ekspor Nikel Bisa Pacu Hilirisasi)
Rencananya kebijakan relaksasi ekspor akan dimasukkan dalam revisi UU Minerba yang sedang dibahas saat ini. Menurut Boy, kebijakan yang akan diatur dalam revisi UU ini harus dijelaskan secara lebih rinci produk pertambangan apa saja yang perlu direlaksasi dan yang tidak.
Sebelumnya, Pelaksana Tugas (Plt) Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Luhut Binsar Pandjaitan berjanji tidak akan mengistimewakan salah satu atau beberapa pihak saja dalam revisi UU Minerba. Ada tiga hal penting mendasari revisi UU ini, yakni mengutamakan kedaulatan, berkeadilan, dan mengedepankan hilirisasi.
Dalam draf UU Minerba yang baru ini prinsip kedaulatan harus tetap terjaga. Artinya jangan sampai Indonesia didikte oleh orang lain. Semua ketentuan yang dibuat dalam rancangan UU ini juga harus adil terhadap semua pihak. Tujuan utamanya adalah hilirisasi dan percepatan pembangunan smelter.
“Tidak ada kepentingan salah satu tempat, misal Freeport atau Newmont. Kami bicara kepada semua yang terbaik,” kata dia saat ditemui di Kantornya, Jakarta, Selasa (13/9). (Baca: Bahas Ekspor Freeport, Luhut Adu Mulut dengan DPR)