Pemerintah akan Rilis Aturan Perdagangan Bebas di Dalam Negeri
KATADATA - Presiden Joko Widodo telah meneken Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 13 Tahun 2015 tentang Kebijakan Fasilitas Perdagangan Bebas di Dalam Negeri, pada 23 Desember lalu. Selanjutnya, beberapa kementerian diminta segera merampungkan aturan teknis terkait insentif perdagangan bebas di dalam negeri tersebut sebelum akhir tahun ini.
Inpres yang ditujukan kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan, Menteri Perindustrian, dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) itu bertujuan mempercepat dan memperluas peningkatan investasi dan pengembangan industri nasional. Caranya dengan memanfaatkan hasil produksi dari sumber daya dalam negeri untuk memperkuat daya saing ekonomi nasional.
Presiden menginstruksikan kepada lima pejabat tersebut untuk membuat dan mengawasi kebijakan pemberian fasilitas perdagangan bebas di dalam negeri (inland free trade arrangement). Fasilitas itu diberikan untuk kegiatan usaha industri di kawasan atau tempat tertentu yang menggunakan bahan baku, komponen, dan barang penolong yang diimpor dan dari dalam negeri.
Secara lebih rinci, ada tiga peraturan teknis yang harus segera dibuat oleh Menteri Keuangan. Pertama, peraturan penangguhan bea masuk yang dikenakan atas impor bahan baku, komponen, dan barang penolong. Pasalnya itu akan digunakan untuk memproduksi barang oleh pelaku usaha di dalam kawasan atau industri tertentu yang mendapatkan fasilitas perdagangan bebas di dalam negeri.
Kedua, peraturan terkait tidak adanya pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi penyerahan dalam negeri atas bahan baku, komponen, dan barang penolong yang berasal dari produksi dalam negeri maupun antarkawasan atau industri tertentu yang mendapatkan fasilitas perdagangan bebas di dalam negeri.
Ketiga, peraturan mengenai pengenaan bea masuk nol persen atas impor bahan baku, komponen, dan barang penolong untuk memproduksi barang di dalam kawasan industri atau tempat yang mendapatkan fasilitas perdagangan bebas di dalam negeri. Syarat mendapatkan fasilitas bea masuk nol persen itu adalah barang hasil produksi tersebut memiliki tingkat kandungan dalam negeri minimal 40 persen.
(Baca: Investor yang Masuk Kawasan Ekonomi Khusus Dapat 9 Insentif)
Padahal, sebelumnya pemerintah pernah menjanjikan juga akan memberikan insentif tax holiday untuk kegiatan usaha utama dan tax allowance untuk yang bukan utama. Tax holiday berupa pengurangan pajak penghasilan (PPh) sebesar 20 persen hingga 100 persen selama 10-25 tahun untuk investasi di atas Rp 1 triliun. Untuk investasi Rp 500 miliar hingga Rp 1 triliun, diberikan selama 5-15 tahun. Tax allowance diberikan dengan mengurangi penghasilan bersih sebesar 30 persen dalam enam tahun. Tarif PPh dividen ditetapkan hanya 10 persen lebih rendah dari tarif normal.
Presiden juga menginstruksikan kepada Menteri Perdagangan untuk menyusun aturan mengenai kemudahan dan kecepatan pemberian Surat Keterangan Asal barang Indonesia (SKA form B) dan Surat Keterangan Asal (SKA). Surat keterangan itu diperlukan untuk mendapatkan preferensi tarif dalam rangka kerjasama perdagangan internasional.
(Baca: Paket Jilid VI Berisi Dua Kebijakan Terkait KEK dan Dwelling Time)
Adapun kepada Menteri Perindustrian, Presiden menginstruksikan pembuatan dua aturan teknis. Pertama, penetapan industri tertentu, kawasan atau tempat tertentu yang mendapatkan fasilitas perdagangan bebas di dalam negeri. Kedua, pemberian sertifikat Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) untuk barang hasil produksi industri tertentu, kawasan atau tempat tertentu yang mendapatkan fasilitas perdagangan bebas di dalam negeri.
Sedangkan Kepala BKPM diinstruksikan menyusun aturan mengenai kemudahan dan percepatan pemberian perizinan investasi untuk fasilitas perdagangan bebas di dalam negeri. “Penyusunan semua aturan itu diselesaikan paling lambat bulan Desember 2015,” seperti tercantum Inpres Nomor 13 Tahun 2015 itu, yang dikutip dari situs Sekretariat Kabinet, Selasa (29/12). Adapun Menko Perekonomian diinstruksikan untuk memantau, evaluasi, dan mengendalikan pelaksanaan kebijakan fasilitas perdagangan bebas di dalam negeri tersebut.