Tiga BUMN Penggarap Kereta Cepat Mendapat Modal Rp 5,2 T
KATADATA - Tiga Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menggarap proyek kereta cepat Jakarta-Bandung mendapat suntikan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 5,2 Triliun. Dana tersebut diberikan kepada PT. Wijaya Karya Rp 4 triliun, PT. Jasa Marga Rp 1,25 triliun, dan PT. Perkebunan Nusantara VIII Rp 32,8 miliar.
Uang negara ini merupakan bagian dari PMN yang disetujui Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat sebesar Rp 34,3 triliun bagi 25 BUMN pada RAPBN 2016. Dalam data usulan RAPBN tersebut, jumlah uang negara yang digelontorkan ke perusahaan pelat merah itu terdiri dari setoran tunai sebesar Rp 31,75 triliun dan nontunai Rp 2,57 triliun.
Bagi Wika, alokasi uang negara bertambah besar sejak awal pembahasan. Sebelumnya, pemerintah dan DPR telah merestui BUMN konstruksi ini mendapat Rp 3 triliun. Badan Anggaran kemudian menyetujui penambahan Rp 1 triliun, sehingga Wika memperoleh Rp 4 triliun. "Kami setujui dan aturan pendukungnya akan menyusul dikeluarkan," kata Wakil Ketua Banggar Said Abdullah di akhir rapat yang digelar di ruang Banggar, Senayan, Jakarta, Senin, 2 Oktober 2015.
Terkait penambahan modal negara tersebut, Direktur Utama Wika Bintang Perbowo membantah hal ini sebagai upaya menutup kebutuhan modal perusahaan untuk membiayai proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Walau begitu, Bintang belum mau memberitahu pemakaian dana tersebut. "Yang pasti tidak boleh kami gunakan untuk kereta cepat," kata Bintang.
Menurutnya, rasio kecukupan modal Wika masih memadai sehingga tidak ada alasan PMN ini untuk memperkuat modal perseroan dalam mengerjakan proyek gotong-royong dengan konsorsium Cina itu. Sebab, kebutuhan biaya pembanguana kereta cepat akan dipenuhi dari perbankan atau dengan menerbitkan obligasi global. "Detailnya saya beritahu setelah negosiasi persyaratan proyek kereta cepat ini, setelah 15 Oktober," kata Bintang.
Sebelumnya, Kementerian Badan Usaha Milik Negara telah menetapkan Cina sebagai pemenang penggarap kereta cepat Jakarta-Bandung. Dengan memakai skema business to bussiness, tidak menggunakan anggaran negara, dan tanpa mendapat jaminan pemerintah, konsorsium Cina dipimpin oleh China Railway Corporation (CFC). Sementara itu, konsorsium dalam negeri terdiri dari Jasa Marga, Wijaya Karya, PTPN VIII, dan Kereta Api. Pembiayaan proyek sebagian besar dari China Development Bank dengan bunga dua persen untuk 40 tahun masa kerja dengan komponen dolar. Dari total nilai proyek US$ 5,5 miliar, jumlah pinjamannya 75 persen.
Melihat jumlah anggaran yang besar itu, Anggota Komite Pertimbangan Kebijakan Publik di Sektor Transportasi Agus Pambagio khawatir bila ekuitas konsorsium BUMN tidak memadai. Buntutnya, perusahaan pelat merah ini akan meminta penyertaan modal negara kembali. (Baca juga: Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung dari Cina Diduga Lebih Mahal).
Agus juga khawatir proyek ini malah akan membuat BUMN-BUMN tersebut ambruk. "Mengingat ekuitas Wika saat ini hanya Rp 5 triliun, lalu KAI Rp 7 triliun, namun belum terhitung utang maka sulit apabila proyek ini tidak memakai APBN, sedangkan hal tersebut dilarang," kata Agus.
Atas dugaan tersebut, Sekretaris Kementerian BUMN Imam A. Poetro membantah bila dana PMN digunakan untuk memperkuat ekuitas BUMN yang menggarap proyek kereta cepat. Misalnya, kata Imam, PMN yang diterima PTPN VIII sebesar Rp 32,8 miliar hanya untuk membayar utang perseroan. "Dia punya utang kepada Kementerian Keuangan. Kalau tidak dibayar (utangnya) bisa bubble," kata Imam.