Peretail Targetkan Ekspansi Gerai ke Brasil untuk Ekspor Produk UMKM
Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia (Aprindo) tengah membidik ekspansi gerai ke Brasil. Dengan ekspansi ini, peretail berharap bisa ikut membawa produk produk usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) unggulan ke pasar ekspor.
Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey mengatakan, rencana tersebut telah dikomunikasikan bersama Indonesian Trade Promotion Cente atau ITPC selaku promotor perdagangan.
Pada tahap awal, peretail bisa mulai membuka gerai seluas 150 - 200 meter persegi. Gerai itu nantinya bisa diisi dengan bermacam produk UMKM, dalam jumlah kecil di tahap awal misalkan sekitar dua kontainer.
"Kami juga sudah menyusun peretail yang bersedia untuk mengelola gerai di negara-negara tersebut," kata Roy dalam diskusi daring di Jakarta, Jumat (28/8).
Dengan jumlah gerai retail modern yang ada di Indonesia sebanyak 50.000 unit yang terdiri dengan 600 peretail, maka peluang ekspansi ke berbagai negara pun sangat besar. Sedangkan untuk jumlah UMKM yang ada juga sangat banyak, mencapai 65.000 unit usaha.
"Kami sudah sudah ada daftar UMKM unggulan dari berbagai daerah untuk dikurasi dan dikemas," kata dia.
Rencana membuka gerai di Negeri Samba disambut baik oleh Duta Besar RI untuk Brasil, Edi Yusup. Menurutnya, pihaknya siap membantu pengusaha agar ekspansi tersebut dapat segera terealisasi.
Dia merekomendasikan agar Aprindo dapat menbuka gerai tersebut di Sao Paulo. Pasalnya, kota tersebut memiliki salah satu pelabuhan terbesar di Brasil dan juga merupakan pusat kota administrasi bisnis di negaranya dan Amerika Latin.
"Akan kami jajaki. Saya 1.000% mendukung dengan konsep pembukaan gerai," kata dia.
Brasil merupakan salah satu mitra stragis Indonesia dalam perdagangan internasional. Kendati demikian, nilainya perdagangannya pada 2019 masih tergolong kecil hanya berkisar US$ 3 miliar atau setara Rp 43 triliun.
Alhasil, Indonesia pun tertinggal dibandingkan Vietnam yang saat ini memiliki nilai perdagangan mencapai US$ 5 miliar atau setara Rp 73 triliun, Malaysia US$ 4 miliar atau setara Rp 58 triliun dan Singapura senilai US$ 3,7 miliar atau setara Rp 54 triliun.
"Perdagangan kita dengan Brasil masih nomor empat di kawasan Asia Tenggara," kata dia.
Sementara itu, Kepala Pusat Pengkajian & Pengembangan Kebijakan Kawasan Amerika dan Eropa (Amerop) Ben Perkasa Drajat menjelaskan, potensi perdagangan Tanah Air dengan Negeri Samba sangat terbuka lebar.
Berdasarkan kajiannya, pada periode 2015 - 2019 terjadi peningkatan perdagangan kedua negara 11%. Namun, ekspor Indonesia merosot hingga 7%.
Tercatat, pada tahun lalu dari total perdagangan Indonesia dan Brasil sebesar US$ 2,9 miliar atau setara Rp 42 triliun, ekspor RI mencapai US$ 1 miliar (setara Rp 14 triliun). Sedangkan impornya lebih tinggi mencapai US$ 1,9 miliar (Rp 27 triliun).
"Sekarang yang menjadi perhatian kami adalah defisit yang hampir dua kali lipat," kata dia.
Guna meningkatkan lebih banyak ekspor, Ben menyebutkan beberapa produk-produk sekunder yang berpotensi di pasarkan seperti alat elektronik, mesin, alat kesehatan dan biji besi.
Sedangkan komoditas yang telah ada di sana dan berpotensi ditingkatkan seperti minyak sawit, benang, ban, sepatu dan mesin.
"Kalau dilihat dari biaya produksi dan keuntungannya kalau lebih murah kita bisa punya pabrik di sana itu bagus, jadi ada produk yang punya nilai tambah tinggi," kata dia.