Pengusaha Khawatir PSBB Jawa-Bali Akan Memukul Pemulihan Ekonomi
Pemerintah membatasi kegiatan masyarakat di Pulau Jawa dan Bali pada 11-25 Januari 2021 untuk menekan penyebaran virus Covid-19. Namun, pengusaha menilai langkah ini kontra produktif dengan upaya pemulihan ekonomi yang berjalan saat ini.
Wakil Ketua Umum Bidang Hubungan Internasional Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) Shinta W. Kamdani menyatakan, berkaca pada pembatasan sosial berskala besar (PSBB) sebelumnya, kebijakan tersebut kontra produktif dengan pemulihan ekonomi.
"Ini terlihat jelas pada berbagai indikator seperti indeks keyakinan konsumen dan pertumbuhan penjualan retail yang menurun, meskipun masyarakat semakin familiar dengan PSBB," kata Shinta kepada Katadata.co.id, Kamis (7/1).
Jadi, ketika PSBB diberlakukan, konsumsi masyarakat dan permintaan domestik langsung menurun. Dengan permintaan dibatasi, perusahaan harus melakukan efesiensi.
PSBB juga dinilai tak efektif selama disiplin protokol kesehatan masyarakat mengendur.
Dengan pandemi Covid-19 yang semakin menjadi, dia pun memahami opsi pengetatan yang harus ditempuh pemerintah. Hanya saja yang menjadi catatan, pemerintah harus mampu menjalankan kebijakan ini dengan membatasi dampaknya ke aktivitas ekonomi.
"Apalagi saat ini pemerintah sedang mengejar pemulihan ekonomi dengan meningkatkan kinerja sektor usaha, ekspor dan investasi karena pasar global mulai pulih," katanya.
Sedangkan Wakil Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bidang Restoran, Emil Arifin meminta pemerintah meninjau ulang kebijakan pembatasan kegiatan masyarakat di Jawa-Bali, terutama ketentuan mengenai operasional restoran.
Dia beralasan, banyak pelaku usaha restoran telah menetapkan protokol kesehatan ketat. Oleh sebab itu, pemerintah perlu memberi sedikit kelonggaran agar restoran dapat mempertahankan bisnisnya.
“Saat ini restoran telah menjalankan protokol kesehatan, terlebih restoran di mal. Oleh karena itu, pemerintah tidak memukul rata semua sektor,” ujar Emil kepada Katadata.co.id.
Pembatasan pengunjung restoran dinilai bisa mempengaruhi pendapatan usaha. Sebab, saat ini masyarakat melakukan Work From Home (WFH), sehingga pengunjung restoran semakin sepi dan hanya mengharapkan kedatangan pengunjung pada malam hari.
“Saya kira jumlah pengunjung tidak perlu dibatasi. Karena kalau siang, orang sudah tidak bisa ke restoran saat jam istirahat. Operasionalnya sekarang dibatasi sampai jam 19.00 WIB sehingga otomatis kapasitas pengunjung akan berkurang,” kata dia.
Emil mengatakan, sektor restoran merupakan salah satu yang terpukul selama pandemi. Tahun lalu, PHRI memprediksi kerugian dari sektor usaha restoran di Jakarta bisa mencapai lebih dari Rp 1 triliun. Bahkan, restoran yang tutup permanen akibat pandemi mencapai ribuan.
Oleh sebab itu, dia berharap pemerintah menggelontorkan bantuan agar sektor usaha restoran dapat bertahan. Pasalnya, pengusaha restoran telah melakukan berbagai upaya seperti mengurangi jumlah karyawan, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), mengurangi menu, hingga menunda sewa. Namun, upaya itu diniali masih belum cukup untuk mengembalikan bisnis seperti semula.
Bila dibandingkan luar negeri, pemerintah memberi dana hibah kepada pengelola restoran sebagai stimulus agar dunia usaha bisa bertahan.
“Di luar negeri itu, kalau lockdown diberlakukan selama empat bulan, dana hibah yang dikasih ke restoran pun empat bulan. Tapi situasinya berbeda di Indonesia," ujarnya.
Sebelumnya memang diakui pemerintah memberi dana hibah Rp 3,3 triliun untuk hotel dan restoran. Namun, jumlah itu dinilai tidak cukup lantaran banyaknya restoran dan pariwisata yang terdampak.
Untuk diketahui, mulai 11 – 25 Januari 2021, pemerintah akan membatasi kegiatan masyarakat di Pulau Jawa dan Pulau Bali. Hal itu dilakukan lantaran kasus aktif Covid-19 terus melonjak. Hingga Rabu, (6/1), kasus Covid-19 mencapai 788.402 jiwa.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan, kebijakan ini diberlakukan pada daerah yang memenuhi beberapa kriteria. Pertama, wilayah dengan tingkat kematian di atas rata-rata tingkat kematian nasional, atau diatas 3%.
Kedua, wilayah dengan tingkat kesembuhan dibawah rata-rata nasional, yakni 82%. Ketiga, wilayah dengan tingkat kasus aktif di atas rata-rata tingkat kasus aktif nasional sekitar 14%. Keemapat, wilayah dengan tingkat keterisian rumah sakit atau Bed Occupancy Rate (BOR) ruang ICU dan isolasi di atas 70%.
Pembatasan akan dilakukan di tempat kerja dengan menerapkan bekerja dari rumah (work from home) hingga 75%. Kemudian, kegiatan belajar mengajar akan dilakukan secara daring.
Selanjutnya, jam operasional di pusat belanja akan dibatasi hingga pukul 19.00. Aktivitas makan-minum di tempat diperbolehkan maksimal hingga 25% dari kapasitas tempat. "Pemesanan makanan take away dan delivery diizinkan," ujar Airlangga. Adapun kegiatan 11 sektor esensial dapat beroperasi 100%.
Namun, pemerintah akan menerapkan pengaturan jam operasional, pembatasan kapasitas, dan pengetatan protokol kesehatan. Selanjutnya, kegiatan konstruksi diperbolehkan beroperasi 100 persen dengan penerapan protokol kesehatan secara ketat.
Pemerintah juga mengizinkan tempat ibadah untuk melakukan pembatasan kapasitas sebesar 50% dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat. Di luar itu, fasilitas umum dan kegiatan sosial budaya akan dihentikan sementara. Adapun
Airlangga mengatakan kapasitas dan jam operasional moda transportasi akan diatur.Pembatasan tersebut dilakukan secara mikro sesuai arahan Jokowi. Nantinya, pemerintah daerah akan menentukan wilayah yang dilakukan pembatasan tersebut.