Harga Avtur Melonjak, Tarif Batas Atas Tiket Pesawat Bakal Direvisi?

Andi M. Arief
18 Juli 2022, 17:53
Operation Head Depot Pengisian Pesawat Udara (DPPU) Bandara Domine Eduard Osok (DEO) berdiri di depan terminal pengisian di Kota Sorong, Papua Barat, Kamis (11/11/2021). DPPU Bandara DEO mencatat pada bulan Oktober 2021, mengalami peningkatan signifikan h
ANTARA FOTO/Olha Mulalinda/nz
Operation Head Depot Pengisian Pesawat Udara (DPPU) Bandara Domine Eduard Osok (DEO) berdiri di depan terminal pengisian di Kota Sorong, Papua Barat, Kamis (11/11/2021). DPPU Bandara DEO mencatat pada bulan Oktober 2021, mengalami peningkatan signifikan hingga 50 persen pengisian pesawat udara selama masa Pandemi COVID 19 dengan melayani 464 penerbangan dan mengeluarkan bahan bakar Avtur sebanyak 1.563 kilo liter.

Maskapai penerbangan meminta pemerintah merevisi aturan tarif batas atas (TBA) tiket pesawat untuk mengatasi lonjakan harga bahan bakar pesawat atau avtur tahun ini. Aturan TBA yang berlaku dinilai tidak relevan dengan kondisi saat ini karena diterbitkan pada Maret 2019 saat harga avtur Pertamina di Bandara Soekarno Hatta masih di bawah Rp 10.000 per liter. 

Mengutip data Pertamina, harga rata-rata avtur di Bandara Soekarno-Hatta saat ini  sudah naik 55,38% selama periode Januari-Juni 2022. Pada Januari 2022, harga rata-rata avtur tercatat sebesar Rp10.654,98/liter. Kemudian di bulan-bulan berikutnya harga terus naik hingga mencapai Rp16.555,88/liter pada Juni 2022. Untuk periode 15-31 Juli 2022, harga avtur bahkan diperkirakan kian tinggi hingga Rp17.362,8/liter.

Menanggapi hal itu, Juru Bicara Kementeria Perhubungan, Adita Irawati, mengatakan pihaknya belum akan mengevaluasi aturan tarif batas atas (TBA) tiket pesawat akibat kenaikan harga avtur. Pemerintah baru mengijinkan pemberian fuel surcharge kepada konsumen sebagai dampak kenaikan avtur.

"Prioritas saat ini mengevaluasi fuel surcharge terlebih dahulu sesuai Keputusan Menteri Perhubungan (Kepmenhub) No. 68-2022. Dalam kurun waktu 3 bulan, (sesuai aturan tersebut Kepmenhub No. 68-2022, fuel surcharge) harus dievaluasi," kata Adita kepada Katadata.co.id, Senin (18/7).

 Dia mengatakan, pemberian fuel surcharge membuat maskapai dapat menaikkan tiket pesawat maksimal 10% di atas TBA untuk pesawat bermesin jet. Sementara pesawat bermesin baling-baling (propeller) dapat menaikkan tiket pesawat maksimal 20% di atas TBA.

Kemenhub menghitung biaya operasi pesawat (BOP) didominasi oleh biaya avtur dan pelumas atau hingga 40% dari total BOP. Sementara biaya pemeliharaan dan overhaul mencapai 25%, sewa pesawat hingga 20%, dan biaya lain-lain hingga 15%.

Setidaknya ada dua maskapai yang telah meminta agar Kementerian Perhubungan merevisi TBA tiket pesawat. Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra sebelumnya meminta agar regulator mendiskusikan kebijakan TBA secara rutin dengan semua pihak. Salah satu faktor yang menjadi pertimbangan utama Irfan adalah harga avtur yang terus meningkat.

"(Permenhub 20-2019) perlu di-review, (karena) banyak hal untuk selalu diperhatikan, termasuk (harga) avtur," kata Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra kepada Katadata.co.id, Kamis (30/6). 

President Director of Lion Air Group Daniel Putut Kuncoro Adi mengatakan Permenhub No. 20-2019 diterbitkan Maret 2019 atau sebelum pandemi Covid-19. Oleh karena itu, ada beberapa faktor yang tidak menjadi perhitungan pemerintah saat itu.

Permenhub No. 20-2019 mengatur tentang sistematika penetapan tarif berdasarkan jarak, pajak, iuran wajib asuransi, dan biaya tambahan. Kebijakan tersebut juga mengatur tarif batas atas dan tarif batas bawah untuk melindungi konsumen dan maskapai penerbangan.

Daniel mengatakan, sebagian rute penerbangan tidak membukukan keuntungan walau tingkat okupansi penumpang telah 100%. Dia mencontohkan rute Pontianak-Putussiabau yang belum mencetak laba walau okupansi penuh.  

Menurut Daniel, maskapai harus mengandalkan bisnis kargo dan memaksimalkan okupansi di beberapa rute untuk bisa mencetak laba.  Selain itu, sebagian rute juga telah mengalami pergeseran waktu tempuh. Dengan demikian, formulasi tarif yang diatur dalam Permenhub No. 20-2019 dinilai tidak relevan.

"Kalau ini (Permenhub No. 20-2019) tidak di-review kembali, bukan kami saja, operator lainnya mungkin tidak mau atau tidak sanggup (menerbangkan beberapa rute domestik). Kalau dipaksa mengikuti TBA (tarif batas atas), otomatis kami tidak sanggup untuk menjalankan rute tersebut," kata Daniel dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi V DPR, Selasa (28/6).


Reporter: Andi M. Arief

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...