Rupiah Melemah Tersulut The Fed dan Lonjakan Covid-19 di Cina
Nilai tukar rupiah dibuka menguat tipis enam poin ke level Rp 15.707 per dolar AS di pasar spot pagi ini Selasa (22/11). Namun rupiah diperkirakan melemah hari ini imbas sentimen hawkish pejabat bank sentral AS, The Fed, serta kenaikan kasus Covid-19 di Cina.
Mengutip Bloomberg, rupiah berbalik melemah dari posisi pembukaan ke level Rp 15.722 pada pukul 09.20 WIB. Ini bahkan melampaui level penutupan kemarin di Rp 15.713 per dolar AS.
Mata uang Asia lainnya bergerak variatif terhadap dolar AS pagi ini. Pelemahan dialami dolar Hong Kong 0,06%, bersama dolar Taiwan 0,02%, won Korea Selatan dan peso Filipina 0,03%, dan rupee India 0,20%. Sebaliknya, yen Jepang menguat 0,28% bersama dolar Singapura 0,16%, yuan Cina 0,15%, ringgit Malaysia 0,03% dan bat Thailand 0,32%.
Analis DCFX Lukman Leong memperkirakan rupiah melanjutkan pelemahan hari ini terimbas komentar hawkish lebih lanjut dari pejabat bank sentral AS, The Fed. Rupiah diperkirakan bergerak di rentang Rp 15.650-Rp 15.775 per dolar AS.
"Rupiah diperkirakan masih akan melanjutkan pelemahan, tertekan oleh penguatan dolar AS setelah statement hawkish dari St. Louis Fed President James Bullard dan Cleveland Federal Reserve President Loretta Mester," kata Lukman dalam risetnya, Selasa (22/11).
Mengutip CNBC Internasional, Mester mengatakan masih perlu lebih banyak tanda yang menunjukkan bahwa inflasi benar-benar menurun. Ia menegaskan masih banyak pekerjaan yang perlu ditempuh untuk membawa inflasi mencapai level target 2%. Meski demikian ia mengakui data-data terbaru menunjukkan kabar gembira.
Ia juga menyampaikan dukungannya untuk memperlambat kenaikan suku bunga. Sebagian besar pasar berekspektasi suku bunga The Fed akan naik 50 bps pada pertemuan bulan depan, mengakhiri tren kenaikan jumbo 75 bps dalam empat pertemuan beruntun.
Pernyataannya itu menambah komentar hawkish setelah sebelumnya Presiden The Fed St. Louis James Bullard mengisyaratakan bank sentral masih perlu menaikkan bunga jumbo. Ia mengatakan, tingkat kebijakan yang diambil saat ini belum berada pada zona yang bisa dianggap cukup untuk menangani inflasi. Ia bahkan menyarankan suku bunga bisa dikerek antara 5%-7%.
Lukman menyebut pelemahan rupiah hari ini juga karena sentimen risk off pasar akibat kekhawatiran pada perkembangan Covid-19 di Cina. Laporan CNN Internasional, kasus baru Covid-19 di Cina bertambah sebanyak 26.824 orang pada minggu (20/11), dengan laporan dua kasus kematian, yang merupakan kasus kematian pertama dalam enam bulan terakhir.
Analis PT Sinarmas Futures Ariston Tjendra juga memperkirakan rupiah akan kembali tertekan ke arah Rp 15.730, dengan potensi support di kisaran Rp 15.680 per dolar AS. Pelemahan rupiah terimbas ekspektasi bahwa suku bunga The Fed masih akan terus naik hingga tahun depan.
"Beberapa pejabat The Fed pekan lalu mengingatkan pasar bahwa The Fed mungkin belum akan menghentikan kebijakan kenaikan suku bunga nya. Masih tingginya inflasi AS menjadi penyebabnya," kata Ariston dalam risetnya.
Dari dalam negeri, permintaan terhadap dolar AS diperkirakan cukup tinggi menjelang akhir tahun seiring aksi korporasi. Hal ini akan menekan nilai tukar.
Namun, tekanan mungkin tidak besar karena sentimen pasar terlihat cukup positif pagi ini terhadap aset berisiko. Indeks saham Asia terlihat menguat, dolar AS pun terlihat sedikit tertekan terhadap mata uang utama dunia lainnya dan mata uang regional.