Industri Vape Keberatan dengan Draft RUU Kesehatan
Asosiasi Vaper Indonesia atau AVI tidak menyetujui kebijakan pemerintah yang akan memperlakukan rokok elektrik atau vape sama dengan rokok konvensional. Pasalnya hal itu dinilai tidak memiliki dasar ilmiah yang kuat.
Ketua AVI, Johan Sumantri, mengatakan aturan tersebut diputuskan secara sepihak oleh pemerintah. Seharusnya, pemerintah mengkaji terlebih dahulu dan mengajak seluruh stakeholder industri vape untuk berdiskusi sebelum mengambil keputusan.
"Menurut saya apa yang akan dilakukan pemerintah tidak memiliki dasar ilmiah yang kuat, dan pemerintah seharusnya tidak mengambil keputusan sepihak," ujar Johan kepada Katadata.co.id saat dihubungi melalui sambungan seluler, Kamis (2/3).
Johan mengatakan, AVI hingga saat ini belum pernah menerima undangan dari pemerintah untuk membahas kebijakan tersebut. Padahal aturan tersebut berpotensi berdampak pada industri.
Rokok Elektrik Dianggap Sama dengan Rokok
Sementara itu, Draf RUU Kesehatan menyatakan pemerintah akan menganggap rokok elektrik atau vape sebagai zat adiktif yang membahayakan kesehatan perorangan, keluarga, masyarakat, dan lingkungan. Pasalnya, ini dinilai sebagai zat adiktif yang penggunaanya dapat menimbulkan kerugian bagi diri sendiri maupun masyarakat.
"Ketentuan lebih lanjut mengenai pengamanan zat adiktif dalam bentuk hasil tembakau dan hasil pengolahan zat adiktif lainnya sebagaimana dimaksud pada Pasal 154 ayat (6) dan ayat (7) diatur dengan Peraturan Pemerintah," seperti tertulis dalam Pasal 158 Draf RUU Kesehatan pada Rabu (1/3).
Jika UU ini jebol, ada kemungkinan para masyarakat tak bisa lagi sembarangan menghisap vape. Ini karena Pasal 157 telah mengatur adanya tempat khusus untuk merokok. Pasal tersebut melarang rokok dikonsumsi di fasilitas kesehatan, tempat belajar, tempat bermain anak, tempat peribadatan, angkutan umum, tempat kerja, serta tempat umum yang telah ditetapkan.
"Pemerintah Daerah wajib menetapkan kawasan tanpa rokok di wilayahnya," demikian bunyi Pasal 157 ayat (2).
Jika disahkan, produksi, peredaran, dan konsumsi rokok elektrik harus memenuhi standar maupun persyaratan kesehatan. Artinya, setiap liquid yang dijual nantinya harus mendapatkan persetujuan dari pihak berwajib.
Sebagai informasi, Draf RUU Kesehatan tersebut telah disetujui oleh Badan Legislasi DPR. Artinya, draf tersebut hanya perlu mendapatkan persetujuan saat Sidang Paripurna sebelum menjadi Undang-Undang yang menggantikan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Achmad Baidowi juga mengonfirmasikan draft tersebut. Namun ia mengatakan draf itu belum final karena harus menunggu Paripurna.
"Belum, itu baru inisiatif DPR," kata politisi yang akrab dipanggil Awiek itu kepada Katadata.co.id, Rabu (1/3).
Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), pada Maret 2022 ada 2,76% penduduk Indonesia usia 5 tahun ke atas yang biasa mengonsumsi rokok elektrik setiap hari.