BPKP Kaji Aspek Hukum Sebelum Ikut Hitung Utang Rafaksi Minyak Goreng

Nadya Zahira
15 Juni 2023, 08:55
bpkp, minyak goreng, kemendag
ANTARA FOTO/Basri Marzuki/hp.
Pedagang mengemas minyak goreng curah ke dalam botol plastik bekas kemasan air minum di Pasar Induk Manonda, Palu, Sulawesi Tengah, Kamis (13/4/2023).

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) telah menerima surat Kementerian Perdagangan terkait permohonan peninjauan ulang hasil verifikasi PT Sucofindo soal klaim pembayaran selisih harga jual minyak goreng ke produsen. Surat tersebut saat ini sedang dikaji dari aspek hukum.

Deputi Bidang Pengawasan Instansi Pemerintah Bidang Perekonomian dan Kemaritiman BPKP Salamat Simanullang masih mengkaji surat tersebut dari aspek hukum. Tujuannya untuk melihat apakah verifikasi ulang bisa dilakukan atau tidak.

Pasalnya, PT Sucofindo merupakan lembaga profesional dan telah ditunjuk secara resmi oleh Kemendag untuk melakukan verifikasi pembayaran utang rafaksi minyak goreng tersebut. 

“Sekarang kami mau mengkaji dulu dari aspek hukum, apakah boleh melakukan review lagi terhadap apa yang sudah diterbitkan oleh PT Sucofindo," kata Salamat saat ditemui di Kantor Pusat BPKP, Jakarta, Rabu (14/6).

Pada kesempatan yang sama, Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh mengatakan pihaknya tak bisa langsung menindaklanjuti permintaan audit dari kementerian/lembaga/daerah. Ini karena terdapat sejumlah prosedur yang harus dilewati sebelum BPKP akhirnya melakukan audit atau pengawasan.

Menurut Ateh, permintaan yang masuk ke BPKP  bisa saja ditolak, jika tidak terdapat masalah besar. “Jadi tidak semua permintaan, kalau misalnya ada lembaga atau instansi yang mengajukan audit ulang, kami lakukan,” kata Ateh.

Sebelumnya, Kemendag menggandeng Sucofindo untuk verifikasi tagihan rafaksi minyak goreng yang diajukan oleh Pengusaha ritel. Hasil verifikasi tersebut menunjukkan bahwa utang minyak goreng yang harus dibayar pemerintah hanya Rp 472 miliar.

Angka hasil verifikasi Sucofindo hanya sekitar setengah dari tagihan yang diklaim pengusaha ritel sebesar Rp 812 miliar. Oleh sebab itu, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Isy Karim, mengatakan Kemendag BPKP untuk meninjau hasil verifikasi tersebut.

"Kita tunggu saja hasilnya, karena memang terdapat perbedaan angka," ujar Isy.

Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga memproyeksikan permasalahan utang rafaksi minyak goreng kepada pelaku usaha ritel modern akan menemukan titik temu sebelum Agustus 2023. Dia juga berharap tidak ada pihak yang dirugikan. 

"Kan ini masih ada Mei, Juni, Juli sebelum itu bisa lah selesai," ujar Jerry.

Kemendag terus berkomunikasi dengan pihak-pihak terkait seperti, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia atau Aprindo, produsen minyak goreng, hingga Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit atau BPDPKS. Hal itu dilakukan guna mencari jalan keluar terhadap permasalahan tersebut

Utang tersebut merupakan selisih pembayaran yang dijanjikan Kemendag atas kebijakan minyak goreng satu harga pada 19-31 Januari 2022. Kebijakan tersebut ditetapkan karena harga minyak goreng yang tinggi dan jauh di atas Harga Eceran Tetap (HET).

Kebijakan minyak goreng satu harga diatur dalam Permendag 3/2022 tentang minyak goreng satu harga pada kemasan premium, sederhana, dan curah sebesar Rp 14.000 per liter. Namun, Permendag Nomor 3 Tahun 2022 itu telah dicabut dan diganti dengan Permendag Nomor 6 Tahun 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng Sawit. 

Reporter: Nadya Zahira

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...