Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi atau Bappebti tengah merampungkan Peraturan Menteri Perdagangan mengenai Bursa CPO atau minyak kelapa sawit. Kepala Bappebti, Didid Noordiatmoko, mengatakan bahwa pihaknya belajar dari berbagai negara dalam menyusun aturan main Bursa CPO Indonesia tersebut.
Didid mengakui bahwa Bappebti mempelajari Bursa CPO yang ada di berbagai negara, termasuk di antaranya Malaysia dan India. "London juga, meskipun di sana lebih banyak (perdagangan) Metal.Kami bahkan mengintip Chicago," kata Didid saat konferensi pers pada wartawan di Jakarta, Kamis (8/3).
Didid mengatakan, pihaknya tidak malu untuk belajar dari negara lain. Hal itu dilakukan untuk menghasilkan
Bursa CPO yang ideal.
Untuk tahap awal, Didid mengatakan, Bursa CPO Indonesia rencananya akan memulai dari perdagangan fisik. Selanjutnya Bursa CPO akan menyelenggarakan perdagangan instrumen lainnya.
Siapa Pengelola Bursa CPO?
Didid mengatakan, saat ini Bappebti belum menetapkan pengelola Bursa CPO. Menurut Didid, penentuan pengelola bursa CPO baru akan diumumkna jika Permendagnya sudah rampung.
Namun demikian, Didid mengatakan ada dua kandidat pengelola Bursa CPO yaitu Bursa Berjangka Jakarta dan ICDXC. "Itu kami sekarang sudha lakukan evaluasi mana di aatra dua itu yang lebih siap," ujarnya.
Didid mengakui ada dorongan untuk mendirikan bursa baru yang lebih independen. Namun dia menilai akan lebih mudah untuk memperbaiki bursa berjangka yang lebih ada dibandingkan mendirikan lembaga baru.
"Kita sudah punya dua kok, kalau dua ini ada kelemahan ya perbaiki," ujarnya.
Dia mengatakan, tujuan dibentuk Bursa CPO agar Indonesia memiliki harga acuan sendiri. Sebagai negara produsen CPO terbesar, harga CPO Indonesia masih mengacu ada Bursa Malaysia dan Pasar Komoditas di Rotterdam Belanda.
Menurut Didid, selanjutnya seluruh ekspor CPO akan melewati bursa tersebut. Begitu juga dengan perdagangan CPO di dalam negeri.
Namun demikian, komoditas turunan CPO tidak masuk dalam pengaturan tersebut. "Ekspor turunan CPO tidak harus masuk bursa, hanya yang tergolong HS 15 111 000," ujarnya.
Didid mengatakan, peluncuran Bursa CPO sudah dinantikan oleh petani sawit. Hal itu karena Bursa CPO diyakini akan menyebaban petani mendapatkan harga jual sawit yang wajar.
"Saya sudah ditagih oleh asosiasi petani sawit, kapan akan diluncurkan," ujarnya.
USDA memproyeksikan produksi CPO Indonesia bisa mencapai 45,5 juta metrik ton (MT) pada periode 2022/2023. Produksi tersebut merupakan yang terbesar di dunia. Berikut rinciannya seperti tertera dalam grafik.