Industri Tekstil Diprediksi Kontraksi, Pasar Lokal Banjir Produk Impor
Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia atau APSyFI memproyeksikan industri Tekstil dan Produk Tekstil akan tumbuh negatif hingga 7% secara tahunan. Hal tersebut disebabkan oleh dipenuhinya pasar TPT domestik oleh produk impor.
Ketua Umum APSyFI Redma Wirawasta menemukan produk impor mendominasi hingga 60% dari kapasitas pasar lokal. Produk TPT impor yang mendominasi adalah pakaian jadi dan garmen.
Oleh karena itu, Redma mengatakan sebagian pabrik tekstil saat ini masih tidak melakukan produksi. Secara umum, industri tekstil saat ini telah melakukan produksi untuk memenuhi permintaan selama Natal 2023 dan Tahun Baru 2024.
"Kami agak pesimis bisa mendapatkan Pasar Nataru, soalnya barang impor masuk terus menerus. Jadi, belum habis barang impor saat ini, tekstil impor lainnya terus masuk," kata Redma kepada Katadata.co.id, Kamis (14/9).
Maka dari itu, Redma memproyeksikan pertumbuhan industri TPT pada kuartal ketiga 2023 susut hingga 5% secara tahunan. Angka tersebut lebih rendah dari realisasi kuartal kedua tahun ini yang tumbuh negatif 1,7%.
Permintaan Global Turun
Sebelumnya, Asosiasi Pertekstilan Indonesia atau API menyatakan peningkatan upah minimum pada 2024 akan jadi hal yang menantang. Pasalnya, industri tekstil kini dinilai jadi sektor paling terdampak dari kondisi perekonomian global yang tertekan.
Ketua Umum API Jemmy Kartiwa menjelaskan industri tekstil di beberapa negara mengalami masa sulit seperti yang terjadi di Cina, India, dan termasuk Indonesia. Secara khusus, Jemmy mengatakan pelemahan perekonomian di Cina membuat rembesan garmen impor ke dalam negeri semakin deras.