Industri Tekstil Diprediksi Kontraksi, Pasar Lokal Banjir Produk Impor

Andi M. Arief
14 September 2023, 11:15
Pekerja menyelesaikan produksi kain di PT Trisula Textile Industries di Cimahi, Jawa Barat, Rabu (1/3/2023). Bank Indonesia Jawa Barat memprediksi akan terjadi gejolak pada industri tekstil dan produk tekstil (TPT) menyusul kondisi geopolitik global dan k
ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/foc.
Pekerja menyelesaikan produksi kain di PT Trisula Textile Industries di Cimahi, Jawa Barat, Rabu (1/3/2023). Bank Indonesia Jawa Barat memprediksi akan terjadi gejolak pada industri tekstil dan produk tekstil (TPT) menyusul kondisi geopolitik global dan kenaikan upah serta perlambatan ekonomi akibat inflasi tinggi di negara tujuan ekspor.

Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia atau APSyFI memproyeksikan industri Tekstil dan Produk Tekstil akan tumbuh negatif hingga 7% secara tahunan. Hal tersebut disebabkan oleh dipenuhinya pasar TPT domestik oleh produk impor.

Ketua Umum APSyFI Redma Wirawasta menemukan produk impor mendominasi hingga 60% dari kapasitas pasar lokal. Produk TPT impor yang mendominasi adalah pakaian jadi dan garmen.

Oleh karena itu, Redma mengatakan sebagian pabrik tekstil saat ini masih tidak melakukan produksi. Secara umum, industri tekstil saat ini telah melakukan produksi untuk memenuhi permintaan selama Natal 2023 dan Tahun Baru 2024.

"Kami agak pesimis bisa mendapatkan Pasar Nataru, soalnya barang impor masuk terus menerus. Jadi, belum habis barang impor saat ini, tekstil impor lainnya terus masuk," kata Redma kepada Katadata.co.id, Kamis (14/9).

Maka dari itu, Redma memproyeksikan pertumbuhan industri TPT pada kuartal ketiga 2023 susut hingga 5% secara tahunan. Angka tersebut lebih rendah dari realisasi kuartal kedua tahun ini yang tumbuh negatif 1,7%.

Permintaan Global Turun

Sebelumnya, Asosiasi Pertekstilan Indonesia atau API menyatakan peningkatan upah minimum pada 2024 akan jadi hal yang menantang. Pasalnya, industri tekstil kini dinilai jadi sektor paling terdampak dari kondisi perekonomian global yang tertekan.

Ketua Umum API Jemmy Kartiwa menjelaskan industri tekstil di beberapa negara mengalami masa sulit seperti yang terjadi di Cina, India, dan termasuk Indonesia. Secara khusus, Jemmy mengatakan pelemahan perekonomian di Cina membuat rembesan garmen impor ke dalam negeri semakin deras.

"Kondisi ini memperparah kondisi industri tekstil dan produk tekstil, sehingga kebijakan merumahkan karyawan terjadi di mana-mana, baik hulu sampai hilir industri tekstil," kata Jemmy kepada Katadata.co.id, Kamis (24/8).

Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia mengimpor sebanyak 2,20 juta ton tekstil dan produk tekstil sepanjang 2021.  Jumlah ini meningkat 21,1% dibandingkan tahun sebelumnya yang sebanyak 1,82 juta ton.

Baju impor di Tanah Air terbesar berasal dari Tiongkok. Tercatat, total tekstil dan produk tekstil yang diimpor dari negara tersebut sebanyak 990,20 ribu ton atau sebanyak 44,86% dari total impor tahun lalu.

Brasil menempati peringkat kedua dengan total impor tekstil dan produk tekstil ke Indonesia sebanyak 174,80 ribu ton. Amerika Serikat (AS) menduduki peringkat ketiga dengan mengimpor 137,90 ribu ton tekstil dan produk tekstil ke dalam negeri.





Reporter: Andi M. Arief

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...