Pemerintah Antisipasi Pelemahan Rupiah terhadap Harga Pangan & Inflasi
Harga pangan yang bergantung pada impor berpotensi terkerek naik. Hal ini terjadi di tengah kondisi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang terus melemah.
Dampak besar dari kondisi tersebut, menurut Pelaksana Tugas (Plt) Menteri Pertanian Arief Prasetyo Adi, adalah kenaikan inflasi pada akhir 2023. Ia telah berdiskusi dengan Bank Indonesia terkait hal itu. Sebagai solusi adalah strategi lindung nilai atau hedging untuk para importir pangan.
Langkah itu menjadi penting di tengah rencana he Fed (The Federal Reserves, bank sentral AS) akan menaikkan suku bunga acuan 20 sampai 25 basis poin sampai akhir tahun. "Kami sudah tahu antisipasinya adalah hedging. Itu sudah disampaikan ke importir," kata Arief di depan Gedung A Kementerian Pertanian, Senin (9/10).
Bank Indonesia mendata nilai tukar rupiah mencapai Rp 15.628 per Dolar Amerika Serikat pada pekan lalu, Jumat (9/10). Angka tersebut telah tumbuh 36 poin secara tahun berjalan atau dari posisi Rp 15.592 pada akhir 2022.
Arief menyebutkan beberapa komoditas yang masih bergantung pada impor adalah kedelai, gandum, gula konsumsi, dan bawang putih. Kedua komoditas terakhir masuk dalam daftar yang diawasi Badan Pangan Nasional (Bapanas/NFA) pada pekan ini.
Antisipasi Bapanas
Direktur Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan NFA Maino Dwi Hartono mengaku akan mengantisipasi harga bawang putih pada pekan ini. Sebab, proses impor bawang putih ke dalam negeri kini terganggu.
Maino mencatat 95% kebutuhan bawang putih nasional dipasok dari pasar global, khususnya dari Cina. Namun total persetujuan impor bawang yang telah diterbitkan sejauh ini baru sejumlah 500.000 ton dari total kuota 2023 sekitar 900.000 ton.
"Kami lihat trennya aga mengalami kenaikan, yang biasanya harga bawang putih Rp 25.000 per kilogram, kini mencapai Rp 35.000 kilogram," ujar Maino.