Kemenperin soal Pajak Rokok Elektrik: Ditunda Lebih Baik
Kementerian Perindustrian menilai penundaan pajak untuk industri rokok elektrik dapat mendorong kinerja sektor tersebut. Kemenperin menilai isu utama dalam industri rokok elektrik adalah pengaturan.
Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Putu Juli Ardika mengatakan, pemangku kepentingan sedang membahas pengaturan industri rokok elektrik di dalam negeri. Walau demikian, Putu menilai penundaan pajak rokok elektrik dapat berdampak positif.
"Dari hasil-hasil diskusi dan disepakati di pemerintah, bahwa ditundanya kenaikan pajak industri rokok elektrik akan lebih bagus untuk industri rokok elektrik," kata Putu dalam konferensi pers virtual yang dikutip Jumat (29/12).
Industri rokok elektrik masuk dalam Industri Hasil Tembakau atau IHT. Putu mendata Indeks Kepercayaan Industri sektor IHT mencapai 57,64 poin per Desember 2023. Ia menilai angka tersebut naik luar biasa secara bulanan atau dari 50,79 pada November 2023.
Putu berpendapat, lonjakan tersebut disebabkan oleh mulai ditemukannya kata sepakat dalam pembahasan aturan turunan Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Menurutnya, pembahasan aturan turunan terkait IHT tersebut telah cukup kondusif.
Di sisi lain ia mencatat lonjakan ekspor yang tinggi secara bulanan sebesar 17,26%. Putu mengatakan peningkatan nilai ekspor terbesar terjadi pada produk rokok elektrik.
"Kita mengekspor rokok elektrik ke beberapa negara, termasuk Amerika Serikat. Jadi, ini cukup bagus," ujarnya.
Laporan perusahaan data pasar dan konsumen, Statista, bertajuk Statista Consumer Insights menunjukkan, Indonesia merupakan negara pengguna rokok elektrik alias vape terbanyak di dunia. Tercatat, 25% responden asal Indonesia mengatakan menggunakan rokok elektrik berbentuk pena tersebut setidaknya sesekali.
“Di Indonesia, sebanyak 1 dari 4 orang yang disurvei oleh Statista Consumer Insights mengatakan pernah menggunakan vape setidaknya sesekali,” demikian laporan Statista dikutip dari lamannya, Rabu (31/5/2023).
Negara untuk pertama kalinya dalam sejarah mengakui keberadaan rokok elektronik di dalam negeri. Undang-Undang Kesehatan mengklasifikasikan rokok elektronik sebagai zat adiktif pada Ayat (3) Pasal 149.
Pemerintah menilai dampak rokok elektrik sama dengan rokok, cerutu, rokok daun, dan tembakau iris. Pasal 149 Ayat (2) menjelaskan zat adiktif sebagai semua produk tembakau yang penggunaanya dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya maupun masyarakat.
"Ketentuan lebih lanjut mengenai pengamanan zat adiktif, berupa rokok elektronik, diatur dengan Peraturan Pemerintah," seperti diatur Ayat (2) Pasal 152 yang dikutip Rabu (12/7).
Pasal 150 UU Kesehatan menetapkan importasi semua jenis produk tembakau harus disertai peringatan kesehatan berbentuk tulisan dan gambar. Ayat (4) Pasal 149 menyatakan produksi, peredaran, dan penggunaan semua produk tembakau harus memenuhi standar dan mempertimbangkan profil risiko kesehatan.