Seluruh Capres Dukung Hilirisasi Meski Beda Pandangan
Pembicaraan mengenai mengenai hilirisasi mineral kian hangat pasca debat cawapres kedua. Ketiga pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden pun menyatakan mendukung program yang tengah digenjot pemerintah saat ini.
Meski begitu, ketiga paslon memiliki visi yang berbeda terkait hilirisasi di Indonesia. Dewan Pakar Tim Nasional Anies-Muhaimin, Wijayanto Samirin mengatakan bahwa AMIN mendukung hilirisasi namun tidak hanya nikel.
“Hilirisasi ini akan dilakukan dengan pelaksanaan konsep Environmental, Social, and Governance (ESG) yang benar dengan standar yang tinggi,” kata Wijayanto dalam diskusi Katadata forum Dilema Hilirisasi Tambang: Dibatasi atau Diteruskan pada Kamis (25/1).
Meski mendukung terhadap hilirisasi melalui implementasi ESG yang benar, namun Wijayanto mengatakan AMIN akan membatasi program ini. “Karena ketika ESG itu dilaksanakan dengan standar yang tinggi, otomatis akan membatasi hilirisasi ini,” ujarnya.
Sementara itu, Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran, Drajad Wibowo mengatakan mendukung program hilirisasi dan akan memperluas cakupannya.”Kami akan melanjutkan hilirisasi dengan memperluaskannya kepada 21 komoditas,” kata Drajad.
Dari 21 komoditas tersebut, Drajad merinci bahwa kedepannya hingga 2040, pemerintah akan memberikan prioritas hilirisasi kepada 8 sektor, yakni mineral, batu bara, minyak bumi, gas bumi, perkebunan, kelautan, perikanan, dan kehutanan.
Di sisi lain, Wakil Sekretaris Tim Pemenangan Nasional Ganjar-Mahfud, Hotasi Nababan juga mengatakan hal serupa. Tim yang diusungnya akan mendukung program hilirisasi.
“Hilirisasi akan kami dukung bersama. Namun hilirisasi ini jelas harus diteruskan hingga ke produk akhir. Setelah ini tidak hanya membicarakan smelter saja, tapi juga membahasnya hingga menghasilkan baterai,” kata Hotasi.
Hotasi juga menyoroti perlunya sinkronisasi antar kementerian terkait hilirisasi. “Kementerian ESDM sudah membatasi pembangunan smelter mencapai 16 unit, namun Kementerian Perindustrian masih menambah,” ucapnya.
Hotasi mengatakan hal ini terjadi mungkin disebabkan oleh kurangnya koordinasi antar dua kementerian tersebut. “Belum ada pohon industri mineral yang konsisten. Ini yang akan kami tekankan,” kata dia.