Gapki: Pemutihan Kebun Sawit akan Pangkas 7,2 Juta Ton Produksi CPO
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia atau Gapki memproyeksikan 7,2 juta ton minyak sawit mentah atau CPO dapat hilang pada 2032 akibat program pemutihan kebun sawit. Hal ini dapat terjadi akibat implementasi Pasal 110 B pada Undang-Undang No. 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
Secara rinci, Pasal 110 B mengatur bahwa kebun sawit yang masuk kawasan hutan dan tidak memiliki Hak Guna Usaha atau HGU harus mengembalikan lahan tersebut kepada negara dalam waktu satu daur. Untuk diketahui, satu daur perkebunan sawit adalah 25 tahun.
Ketua Umum Gapki Eddy Martono mengatakan, mayoritas kebun sawit di dalam negeri ditanam pada 2005 hingga 2007. Dengan demikian, 2,4 juta lahan dengan rata-rata tingkat produksi 3 ton per hektare akan diputihkan selambatnya pada delapan tahun mendatang.
"Anggota Gapki yang kebunnya dimasukkan dalam kawasan hutan, ada 569 perusahaan dengan luas lahan mencapai 810.000 hektare," kata Eddy dalam Halal Bi Halal di Jakarta, Selasa (30/4).
3,3 Juta Lahan Berpotensi Diputihkan Pemerintah
Organisasi riset dan advokasi perlindungan lahan gambut Indonesia, Pantau Gambut, mengidentifikasi sedikitnya terdapat 3,3 juta hektare luas perkebunan sawit yang bakal diputihkan pemerintah. Dari jumlah itu, 407,26 ribu hektare atau 14% dari total berada di area kesatuan hidrologis gambut (KHG).
Sementara data Pantau Gambut menunjukkan, Kalimantan Tengah menjadi provinsi dengan luas lahan sawit ilegal area KHG terbesar secara nasional yakni 213,97 ribu hektare. Terbesar kedua adalah Riau dengan luas 100,26 ribu hektare. Disusul Sumatra Utara seluas 30,39 ribu hektare.
Kemudian posisi keempat dan kelima diisi Kalimantan Barat dan Jambi, dengan luas masing-masing 24,35 ribu hektare dan 12,3 ribu hektare. Sisanya, terdapat Kalimantan Timur dan Kepulauan Bangka Belitung.
Manajer Advokasi dan Kampanye Pantau Gambut Wahyu Perdana mengatakan, sebanyak 72% perkebunan sawit di KHG yang akan diputihkan, berada dalam kategori rentan terbakar pada tingkat sedang (medium risk) dan 27% berada dalam kategori rentan terbakar tingkat tinggi (high risk).
"Pada konteks ekologi, agenda pemutihan sawit ilegal yang berada di area Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) akan semakin memperparah terjadinya kebakaran hutan dan lahan (karhutla) beserta dampak ekologis yang menyertainya," kata Wahyu melalui keterangan tertulis, Rabu (25/10/2023).