RI akan Punya 3 Perjanjian Dagang Bebas Baru, Tangkal Defisit Ganda
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menargetkan tiga perjanjian dagang rampung pada tahun ini. Seluruh perjanjian tersebut dinilai penting untuk menghindari potensi defisit ganda atau defisit neraca pembayaran dan defisit neraca fiskal.
Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional Kemenko Perekonomian Edi Prio Pambudi mengimbau agar pemangku kepentingan tidak terlalu mengkhawatirkan defisit. Tantangan perekonomian nasional bukan berasal dari dalam negeri.
"Masalahnya bukan di internal, masalahnya karena tekanan eksternal. Semua mata uang di dunia sedang melemah karena kebijakan di Amerika Serikat," kata Edi di kantornya, Kamis (30/5).
Oleh karena itu, Edi berencana untuk memperluas mitra dagang dengan semua negara melalui politik luar negeri Indonesia, yakni bebas-aktif. Dengan kata lain, mitra dagang yang dipilih pemerintah telah memahami bahwa Indonesia merupakan negara dengan sikap nonblok.
Edi menekankan, unsur yang diutamakan dalam perluasan mitra dagang internasional adalah kerja sama yang saling menguntungkan. Selain itu, Edi mengaku pemerintah akan memilih negara yang lebih atraktif dari mitra saat ini.
Menurut dia, ada tiga perjanjian dagang bebas yang ditargetkan rampung tahun ini, yakni Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia dan Uni Eropa, Perjanjian Perdagangan Bebas Indonesia dan Uni Ekonomi Eurasia, serta Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pacific Partnership.
Ketiga perjanjian tersebut membuat mitra dagang Indonesia akan bertambah menjadi 43 negara. Sebanyak 27 negara tergabung dalam Uni Eropa, 11 negara dalam CPTPP, dan lima negara dalam Uni Ekonomi Eurasia.
Edi menghitung, IEU-CEPA dapat menambah pertumbuhan ekonomi riil sebesar 0,19% dan menambah pendapatan negara hingga US$ 2,8 miliar. Selain itu, nilai ekspor ke negara-negara di Eropa dapat tumbuh hingga 57,76%.
Ekspor Indonesia ke Uni Ekonomi Eurasia tercatat sebesar USD 1,1 miliar pada 2023. Sementara itu, impor Indonesia dari Uni Ekonomi Eurasia sebesar USD 2,7 miliar.
Produk ekspor Indonesia ke Uni Ekonomi Eurasia pada 2023 didominasi minyak sawit, kopra, perangkat televisi, serta mesin dan peralatan listrik. Adapun produk impor utama Indonesia dari Uni Ekonomi Eurasia adalah batu bara, pupuk, produk setengah jadi besi baja bukan paduan, dan gandum.
Edi menjelaskan salah satu tujuan keanggotaan Indonesia di CPTPP adalah menggenjot ekspor mobil ke Amerika Latin, khususnya Meksiko. Menurutnya, perjanjian perdagangan bebas melalui CPTPP akan membuat bea masuk mobil Indonesia ke Meksiko ditekan dan meningkatkan volume mobil yang diekspor.
"Itu kenapa kami terus berkeliling membuat komunikasi dan kerja sama dengan beberapa negara tersebut," katanya.
Badan Pusat Statistik mencatatkan neraca perdagangan Indonesia surplus US$ 3,56 miliar pada April 2024 atau turun US$ 1,02 miliar dibandingkan bulan sebelumnya. Secara kumulatif sejak Januari 2024 hingga April 2024, Indonesia mencatatkan surplus neraca perdagangan mencapai US$ 10,97 miliar, turun dibandingkan periode yang sama tahun lalu US$ 16,05 miliar.
Dengan demikian, kemampuan pemerintah untuk membayar utang semakin menurun lantaran surplus neraca perdagangan terus tergerus. BPS mencatat, ekspor pada April 2024 mencapai US$ 19,62 miliar, turun 12,97% secara bulanan tetapi naik 1,72% secara tahunan. Sementara itu, impor tercatat sebesar US$ 16,06 miliar atau turun 10,60% secara bulanan, tetapi meningkat 4,62% secara tahunan.