PUPR: Butuh 1.000-2.000 Peserta Tapera untuk Biayai Rumah Rp 170 Juta

Andi M. Arief
31 Mei 2024, 17:36
tapera, flpp, iuran tapera, pupr
ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas/nz
Warga melintas di salah satu perumahan subsidi di Rangkasbitung, Lebak, Banten, Sabtu (13/1/2024).
Button AI Summarize

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menghitung perlu ada 1.000 hingga 2.000 peserta tabungan perumahan rakyat atau Tapera untuk membiayai rumah seharga Rp 170 juta. Skema pembelian rumah ini memakai kredit perumahan rakyat (KPR) dengan bunga flat 5% per tahun.

"Prinsipnya sama seperti program fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP)," kata Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Kementerian PUPR Herry Trisaputra Zuna dalam konferensi pers di Kantor Staf Presiden, Jakarta, Jumat (31/5).

Tapera dan FLPP sama-sama dikelola adalah Badan Pengelola atau BP Tapera. Bedanya, FLPP memakai dana pemerintah atau anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Sedangkan Tapera menggunakan simpanan masyarakat yang telah dilakukan pemupukan oleh BP Tapera. Simpanan ini berasal dari potongan upah para pekerja sebesar 3% yang menjadi iuran Tapera setiap bulan. 

FLPP merupakan subsidi KPR dari pemerintah untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Mereka yang menerima fasilitas ini memiliki penghasilan maksimal Rp 8 juta per bulan. Suku bunganya paling tinggi 5% dengan masa subsidi KPR paling lama 20 tahun. 

Untuk Tapera, masyarakat berpenghasilan rendah dapat memperoleh fasilitas kredit pemilikan rumah (KPR), kredit bangun rumah (KBR), dan kredit renovasi rumah (KRR). Tenornya mencapai 30 tahun dengan suku bunga tetap 5%. 

Pemerintah meluncurkan program Tapera karena butuh dana besar untuk menutup angka kebutuhan atau backlog rumah. Saat ini angkanya mencapai 9,9 juta unit pada akhir 2023. Angka rumah tidak layak juga tinggi, yaitu 26 juta unit.

Berbeda dengan FLPP, Herry menyampaikan dana dalam program Tapera akan diinvestasikan dengan imbal 6% sampai 7% per tahun. Sebagai informasi, bunga KPR dari perbankan saat ini sekitar 11% sampai 12% per tahun.

Berdasarkan data Kementerian PUPR, total anggaran FLPP pada tahun lalu mencapai Rp 26,3 triliun yang menghasilkan 229 ribu unit rumah subsidi. Karena itu, kehadiran kedua program tersebut tidak langsung dapat mengatasi backlog rumah. 

Herry memperkirakan masalah backlog perumahan baru dapat diselesaikan secepatnya 2045. Sebab, angka kepemilikan rumah hanya tumbuh 700 ribu unit per tahun.

"Program Tapera paling tidak butuh memproduksi 1,5 juta sampai 2 juta unit rumah per tahun kalau backlog perumahan mau habis pada 2045. Program pemenuhan rumah harus ditingkatkan," kata Herry.

Tapera Tak Selesaikan Backlog Rumah

Pemberlakukan potongan 3% gaji karyawan untuk Tapera dinilai belum efektif mengatasi masalah kebutuhan rumah atau backlog di Indonesia.

Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menilai aturan kewajiban iuran Tapera sudah berjalan dari 2018 atau dua tahun setelah UU Tapera terbit. Sejak implementasi, program ini belum terbukti menyelesaikan masalah backlog perumahan.

"Nyatanya backlog perumahan masih terlampau tinggi. Bahkan Bank BTN sampai disuntik PMN (penyertaan modal negara) jumbo pada 2023 untuk membantu kepemilikan rumah,” kata Nailul kepada Katadata.co.id pada 29 Mei lalu. 

Nailul mengatakan, tujuan awal kewajiban iuran Tapera merupakan bentuk kebijakan pemerintah dalam menyediakan pembiayaan perumahan untuk masyarakat berpendapatan rendah.

Kendati dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), tujuan aturan itu dinilai masih belum jelas antara investasi atau arisan kepemilikan rumah.

Reporter: Andi M. Arief
Editor: Sorta Tobing

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...