Kemenperin: Permendag Impor Biang Keladi PHK Massal Industri Tekstil

Andi M. Arief
8 Juli 2024, 18:13
industri tekstil, PHK massal, PHK, kemenperin
ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/nz.
Sejumlah pekerja menyelesaikan pembuatan pakaian di salah satu pabrik garmen di Banjarnegara, Jawa Tengah, Senin (15/1/2023). Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus berupaya meningkatkan kinerja industri manufaktur pada tahun 2024 di tengah tantangan geoekonomi dan geopolitik global.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Kementerian Perindustrian menyebut Peraturan Menteri Perdagangan No. 8 Tahun 2024 menjadi langsung dengan utilisasi industri garmen yang rata-rata anjlok menjadi 30%. Beleid tersebut dinilai menjadi penyebab batalnya pesanan dari dalam negeri yang sebelumnya telah diterima oleh industri garmen.

Plt Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil Kemenperin Reni Yanita mengatakan, pesanan pakaian jadi oleh lokapasar dan maklon mulai meningkat setelah penerbitan Permendag No. 36 Tahun 2023. Hal tersebut tercermin pada peningkatan jumlah tenaga kerja industri pakaian yang naik 10,3% menjadi 2,91 juta orang pada Februari 2024 dibandingkan Agustus 2023.

Namun demikian, menurut dia, pesanan tersebut langsung dibatalkan saat Permendag No. 8 Tahun 2024 berlaku pada Mei 2024 lantaran lokapasar dan maklon langsung mengganti sumber ke produk impor. Hal tersebut tercermin pada volume impor tekstil per Mei 2024 yang naik 42,9% secara bulanan menjadi 194.870 ton.

"Hilangnya pasar garmen berimbas ke industri kain dan benang, sebab tekstil sekarang menjadi barang yang bebas impor akibat Permendag No. 8 Tahun 2024," kata Reni di kantornya, Senin (8/7).

Permendag No. 8 Tahun 2024 adalah revisi ketiga Permendag No. 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Pada Permendag No. 8 Tahun 2024, pemerintah meniadakan pertimbangan teknis sebagai syarat importasi pakaian jadi dan aksesoris jadi yang sebelumnya menjadi syarat wajib pada Permendag No. 36 Tahun 2023.  

Dengan demikian, Reni menilai beleid tersebut membuat produk impor membanjiri pasar domestik melalui lokapasar dan media sosial. Ia juga menilai kondisi tersebut diperburuk dengan persetujuan ompor Kementerian Perdagangan yang tidak memperhitungkan faktor harga dan neraca permintaan garmen nasional.

Reni mencatat, Permendag No. 8 Tahun 2024 akhirnya mengenakan Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK pada 11.000 tenaga kerja di enam pabrik tekstil. PHK terbesar terjadi pada PT Sai Apparel di Jawa Tengah, yakni sekitar 8.000 orang.

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan sebelumnya membantah aturan baru impor menjadi penyebab PHK massal d industri teksti. Menurut dia, Permendag Nomor 8 Tahun 2024  masih mensyaratkan pertimbangan teknis (pertek) sebagai dokumen impor produk (tekstil dan produk tekstil TPT) yang sebelumnya disyaratkan dalam Permendag Nomor 36 Tahun 2023.

"Enggak ada kaitannya dengan isu penutupan industri tekstil akibat Permendag 8/2024 karena perteknya tekstil tetap, tidak ada perubahan dalam Permendag 8/2024," kata Zulkifli di Jakarta, Rabu (19/6).

Dia juga menegaskan bahwa impor bahan baku industri tekstil tetap membutuhkan surat pertimbangan teknis (pertek) yang dikeluarkan kementerian terkait. "Loh TPT  tetap pertek Kementerian Perindustrian. Tekstil enggak ada perubahan. Industri baja, tekstil, enggak ada perubahan," katanya.

PHK Massal Industri Tekstil

PHK massal terjadi di industri tekstil sejak beberapa tahun terakhir dan berlanjut di tahun ini. PHK massal, antara lain dilakukan oleh PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex yang menyatakan telah melakukan pemutusan hubungan kerja atau PHK pada 3.000 karyawan. 

Direktur Keuangan Sritex Welly Salam mengatakan perusahaan belum menutup gelombang PHK berikutnya. Kondisi ini dapat merangsek seluruh industri tekstil hingga akhir tahun.  "Keputusan PHK di industri tekstil akan bergantung pada kebijakan-kebijakan yang diterbitkan pemerintah dalam waktu dekat," kata Welly dalam paparan publik, Selasa (25/6).

Pemecatan karyawan, menurut dia, menjadi jalan yang harus ditempuh agar perusahaan tidak terganggu. Karena itu, langkah PHK harus dilakukan dengan tepat dan tidak dilihat sebagai hal yang tabu.  

Welly mengatakan PHK karyawan merupakan kebijakan yang tidak menyenangkan. Sebab, industri tekstil merupakan sektor yang menyerap semua jenis tenaga kerja di dalam negeri.

Oleh karena  itu, pemerintah perlu membuat kebijakan untuk mendukung industri tekstil di dalam negeri. "Jika industri tekstil menjadi sedikit atau tidak ada, negara dapat sangat tergantung pada produk-produk tekstil impor," ujarnya.

Reporter: Andi M. Arief
Editor: Agustiyanti

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...