Garuda Dorong Pemerintah Beri Sanksi Maskapai yang Patok Tiket Mahal
PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) mendorong regulator menindak maskapai yang melanggar kebijakan Tarif Batas Atas atau TBA tiket pesawat. Di sisi lain maskapai pelat merah tersebut menyarankan agar pemerintah menyesuaikan kebijakan TBA dengan kondisi perekonomian saat ini.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra menunjukkan harga tiket pesawat rute domestik lebih murah dari rute internasional. Menurutnya, kondisi tersebut terjadi karena emiten maskapai berkode GIAA ini menaati aturan TBA.
"Habis mau bagaimana lagi? Biaya produksi memang naik, tapi masa kami langgar aturan TBA. Maka dari itu, kami minta pemerintah menaikkan TBA," kata Irfan kepada Katadata.co.id, Senin (15/7).
Irfan menunjukkan harga tiket kelas ekonomi GIAA rute Jakarta-Padang senilai Rp 1,97 juta per kursi pada 13 Juli 2024. Angka tersebut lebih rendah 45,39% dari harga tiket rute Jakarta-Singapura senilai Rp 3,61 juta.
Berdasarkan data Traveloka, harga tiket Pelita Air dengan rute Jakarta-Padang mencapai Rp 1,33 juta per kursi pada 13 Juli 2024. Pada periode yang sama, harga tiket Jakarta-Singapura yang disediakan Batik Air hanya Rp 1,02 juta per kursi.
Irfan menekankan pihaknya tidak akan menyajikan harga tiket perjalanan internasional lebih rendah dari perjalanan domestik. "Maka dari itu, pemerintah sebaiknya tidak membiarkan maskapai yang menjual tiket pesawat di atas kebijakan TBA," ujar irvan lagi.
Lebih jauh ia mengatakan Garuda menyambut inisiasi Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut B.Pandjaitan untuk memeriksa komponen pembentuk harga tiket pesawat. Pendekatan yang akan digunakan Luhut adalah identifikasi biaya cost per block hour atau CBH.
CBH adalah biaya yang dikeluarkan maskapai selama pesawat melakukan penerbangan. Perhitungan juga mempertimbangkan biaya saat pesawat mendarat menuju apron, parkir di bandara, dan lepas landas.
"Kami mempersilakan Pak Luhut untuk memeriksa CBH kami, dan kami akan menunggu arahan selanjutnya," kata Irvan.
Sebelumnya, Luhut menyebut harga tiket pesawat di Indonesia merupakan yang termahal di dunia setelah Brasil. Ia berencana menekan harga tiket pesawat dari tiga sisi, yakni biaya operasi, komponen tarif, hingga memberikan insentif fiskal.
Pada saat yang sama, ia berencana untuk meniadakan bea masuk untuk suku cadang pesawat. Hal tersebut penting lantaran komponen pesawat menjadi komponen biaya terbesar pada tiket setelah avtur atau sebesar 16%. Adapun kontribusi avtur terhadap tiket pesawat mencapai 40%.
Selain menekan biaya operasional, Luhut berencana menyederhanakan penghitungan harga tiket pesawat. Saat ini, tiket pesawat dihitung berdasarkan sektor rute.
Ini membuat penumpang pesawat mendapatkan dua Pajak Pertambahan Nilai, iuran wajib asuransi kecelakaan ke PT Jasa Raharja, dan biaya layanan penumpang ke bandara.
"Penyesuaian harga tiket berdasarkan jam terbang akan berdampak signifikan mengurangi beban biaya pada tiket penerbangan," kata Luhut.