Penetapan UMP Terancam Molor, Formulanya Masih Dibahas
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli belum bisa memastikan akan merampungkan ketentuan mengenai penetapan upah minimum provinsi (UMP) 2025 pada Kamis (7/11). Pemerintah masih membahas formulasi perhitungan kenaikan UMP 2025.
Yassierli sebelumnya pernah mengatakan bahwa Presiden Prabowo Subianto mendorong Kementerian Ketenagakerjaan agar segera merampungkan ketentuan surat edaran atau peraturan menteri (permen) yang mengatur penetapan UMP paling lambat pada 7 November 2024.
"Permen belum tentu besok, tidak bisa saya janjikan," ujarnya di Istana Merdeka Jakarta pada Rabu (6/11).
Dia juga belum memberi kepastian bahwa penetapan UMP bakal selesai sebelum 21 November. Ketentuan termin tersebut tertulis di dalam Pasal 29 Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan.
"Ya kan kondisi sekarang tidak bisa dikejar karena produk hukum harus harmonisasi macam-macam. Kan yang penting berlakunya 1 Januari nanti," kata Yassierli.
Menurut Yassierli, Kementerian Ketenagakerjaan telah menggelar diskusi di forum Dewan Pengupahan Nasional. Dewan Pengupahan merupakan lembaga tripartit yang melibatkan perwakilan pekerja, Kementerian Ketenagakerjaan selaku wakil pemerintah dan para pengusaha yang diwakili oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).
Dialog itu juga membahas soal keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan sebagian permohonan buruh dalam uji materi terkait Undang-Undang Cipta Kerja alias UU Ciptaker.
Namun, dia memastikan nilai upah minimum provinsi (UMP) 2025 akan mengalami kenaikan. Dia menegaskan tidak ada alasan untuk menurunkan besaran UMP karena tujuan utama dari kebijakan tersebut adalah untuk meningkatkan penghasilan pekerja.
"Masa tidak naik, kata kuncinya meningkatkan penghasilan pekerja dengan memerhatikan dunia usaha," kata Yassierli
Hormati Keputusan MK
Yassierli mengatakan pemerintah menghormati putusan MK terkait hasil keputusan judicial review Undang-Undang Cipta Kerja. Putusan MK itu salah satunya menetapkan formula penghitungan upah minimum dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja tidak berlaku dengan syarat.
Majelis hakim menilai komponen 'indeks tertentu' dalam undang-undang tersebut tidak memiliki penjelasan rinci dan perlu diberikan pemaknaan. Majelis Hakim menyatakan bahwa frasa 'indeks tertentu' dalam Pasal 88 D ayat 2 dalam Pasal 81 angka 28 UU 6/2023 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Dalam UU Cipta Kerja Pasal 88 D tertulis, formula penghitungan upah minimum mempertimbangkan variabel pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu.
MK mengatakan, frasa 'indeks tertentu memiliki kekuatan hukum jika memiliki makna mewakili kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi dengan memperhatikan kepentingan perusahaan, pekerja, dan prinsip proporsionalitas untuk memenuhi kebutuhan hidup layak.
Yassierli mengatakan sikap pemerintah berkewajiban untuk mempertimbangkan seluruh hasil putusan MK terkait hasil keputusan judicial review Undang-Undang Cipta Kerja Pemerintah juga tengah mempertimbangkan untuk mengubah formulasi hitungan penetapan upah minimum.
"Yang jelas amar keputusan MK tentu kami harus pertimbangkan. Jadi artinya terkait tentang formula dan macam-macam itu nanti kami akan tinjau bersama," kata Yassierli dalam keterangan pers di Istana usai rapat terbatas dengan Prabowo dan Kabinet Merah Putih di Istana Negara pada Senin (4/11).