Apindo Sebut Kenaikan UMP 6,5 Persen Bisa Hambat Pertumbuhan Lapangan Kerja Baru

Tia Dwitiani Komalasari
30 November 2024, 13:30
Buruh yang tergabung dalam Serikat Pekerja Nasional (SPN) berunjuk rasa menuntut kenaikan upah minimum kota (UMK) di Serang, Banten, Senin (27/11/2023). Mereka menuntut kenaikan UMK tahun 2024 sebesar 20 persen dan mendesak pemerintah mencabut Undang-unda
ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman/nz
Buruh yang tergabung dalam Serikat Pekerja Nasional (SPN) berunjuk rasa menuntut kenaikan upah minimum kota (UMK) di Serang, Banten, Senin (27/11/2023). Mereka menuntut kenaikan UMK tahun 2024 sebesar 20 persen dan mendesak pemerintah mencabut Undang-undang Cipta Kerja.
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyatakan kenaikan Upah Minimum Provinsi 6,5 persen cukup signifikan dan bisa berdampak langsung pada biaya tenaga kerja dan struktur biaya operasional perusahaan, khususnya di sektor padat karya. Hal ini dikhawatirkan memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) serta menghambat pertumbuhan lapangan kerja baru.

"Dalam kondisi ekonomi nasional yang masih menghadapi tantangan global dan tekanan domestik, kenaikan ini berisiko meningkatkan biaya produksi dan mengurangi daya saing produk Indonesia, baik di pasar domestik maupun internasional," kata Ketua Umum Apindo Shinta W Kamdani, di Jakarta, Sabtu (30/11).

Dia berharap adanya penjelasan dari pemerintah terkait dasar perhitungan yang digunakan untuk menentukan kenaikan UMPsebesar 6,5 persen yang telah disampaikan oleh Presiden Prabowo Subianto. Menurutnya, metodologi penghitungan tersebut penting, agar kebijakan yang diambil mencerminkan keseimbangan antara kesejahteraan pekerja dan keberlanjutan dunia usaha.

"Hingga saat ini, belum ada penjelasan komprehensif terkait metodologi perhitungan kenaikan ini, terutama apakah telah
memperhitungkan variabel produktivitas tenaga kerja, daya saing dunia usaha, dan kondisi ekonomi aktual," ujarnya.

Penjelasan penetapan UMP 2025 ini juga diperlukan bagi dunia usaha untuk mengambil sikap ke depan terhadap ketidakpastian kebijakan pengupahan yang masih terus berlanjut.

Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo, Bob Azam, pengusaha memandang kenaikan upah minimum ini bukan tentang setuju atau tidak setuju, tetapi persoalan mampu atau tidak mampu untuk memenuhinya. Jika perusahaan tidak mampu menanggung kenaikan biaya tenaga kerja, maka keputusan rasional terhadap penghitungan usaha akan dapat terjadi ke depan.

"Keputusan rasional itu yaitu penundaan investasi baru dan perluasan usaha, efisiensi besar-besaran yang dapat berdampak pada pengurangan tenaga kerja, atau keluarnya usaha dari sektor industri tertentu,” ujarnya.

Bob juga menilai, Apindo selama ini telah berpartisipasi secara aktif dan intensif dalam diskusi terkait penetapan kebijakan upah minimum dan berharap masukan sebelumnya menjadi pertimbangan. Namun, masukan dari dunia usaha sebagai aktor utama yang menjalankan kegiatan ekonomi nampaknya belum menjadi bahan pertimbangan utama dalam pengambilan keputusan.

"Kami telah memberikan masukan yang komprehensif dan berbasis data mengenai fakta ekonomi, daya saing usaha, serta produktivitas tenaga kerja," ujarnya.

Dia mengatakan, hal itu menjadi perhatian serius karena kebijakan yang tidak seimbang dapat memberikan dampak yang tidak diinginkan bagi keberlangsungan usaha dan penciptaan lapangan kerja. Ia juga berharap Presiden dapat mendengarkan aspirasi pengusaha sebagai pemberi kerja yang juga ingin pekerjanya maju dan berkembang.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...