Pemindahan Pelabuhan Impor ke Indonesia Timur Masih Tunggu Revisi Aturan
Kementerian Perindustrian atau Kemenperin menyatakan proses revisi kebijakan relaksasi impor sedang berjalan. Salah satu poin yang akan masuk dalam perubahan tersebut adalah pemindahan pelabuhan impor ke wilayah timur Indonesia.
Salah satu kebijakan yang mengatur proses impor adalah Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Namun, Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif tidak menjelaskan lebih lanjut kebijakan impor mana yang sedang direvisi pemerintah.
"Kami masih mendorong agar pemindahan pelabuhan masuk dalam revisi kebijakan sebagai bagian dari pembatasan atau pengendalian impor," kata Febri di kantornya, Jakarta, Senin (30/12).
Febri mengatakan, ada tujuh komoditas impor yang pintu masuk ke dalam negeri akan dipindahkan, yakni tekstil dan produk tekstil, pakaian jadi, keramik, elektronik, kosmetik, barang tekstil jadi, dan alas kaki.
Febri menilai revisi kebijakan impor menjadi penting lantaran dampak maraknya produk impor di pasar domestik lebih besar dibandingkan dampak kenaikan Pajak Pertambahan Nilai menjadi 12% pada tahun depan.
Febri menghitung kenaikan PPN menjadi 12% terhadap kemampuan produksi atau utilisasi sektor manufaktur minim. Selain itu, industri dapat memilih membebankan kenaikan PPN kepada konsumen dengan menaikkan harga jual untuk menjaga utilisasi pabriknya.
"Kenaikan PPN menjadi 12% bisa diterima oleh pelaku industri, apalagi dengan adanya paket kebijakan ekonomi yang sudah dikeluarkan pemerintah," ujarnya.
Akan tetapi, Febri menilai maraknya produk impor di dalam negeri otomatis menekan utilisasi sektor manufaktur lebih dari 10%. Sebab, pabrikan akan mengurangi produksi jika stok barang tidak terserap di pasar.
Febri mengatakan 80% dari hasil produksi sektor manufaktur dipasarkan di dalam negeri. Sebagian besar barang hasil pabrikan diserap oleh konsumen rumah tangga.
"Makanya kami harus melindungi pasar domestik. Kalau industri dalam negeri harus bersaing dengan produk impor dengan harga murah, bagaimana pabrikan menurunkan harganya di tengah pelemahan daya beli?" katanya.
Febri mengaku menerima laporan bahwa pabrikan lebih khawatur kebijakan relaksasi impor dibandingkan kenaikan PPN pada paruh pertama tahun depan. Hal tersebut tercermin dari penurunan optimisme pelaku usaha industri sebesar 0,1% menjadi 73,3%.