Bapanas Optimistis Penyaluran Beras Bulog akan Bikin Harga Beras Medium Turun
Badan Pangan Nasional mencatat, hanya ada dua provinsi yang menjual beras medium sesuai dengan harga eceran tertinggi, yakni Sumatra Selatan dan Kalimantan Selatan. Salah satu strategi pemerintah untuk menurunkan harga beras medium adalah melalui penyaluran beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan.
HET beras medium di Sumatra Selatan adalah Rp 12.500 per kilogram, sedangkan di Kalimantan Selatan senilai Rp 13.100 per kg.
Adapun volume beras SPHP yang akan disalurkan pada dua bulan pertama tahun ini adalah 300.000 ton atau lebih rendah hampir 20% dari periode yang sama tahun lalu.
"Beras SPHP adalah beras milik pemerintah, sehingga dalam penyalurannya ke konsumen harus sesuai HET," kata Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Bapanas I Gusti Ketut Astawa dalam Sosialisasi Pelaksanaan Stabilisasi Pasokan dan harga Pangan Beras tingkat Konsumen 2025, Selasa (14/1).
Ketut mengimbau pemangku kepentingan untuk tidak menyalurkan beras SPHP ke pengecer yang menjual di atas HET kepada konsumen. Ketut meminta pengecer dilaporkan ke Bulog maupun Satgas Pangan Daerah jika masih menjual beras SPHP di atas HET.
Menurut dia, Bulog perlu rutin dalam memeriksa harga beras di setiap daerah melalui Panel Harga Bapanas. Menurutnya, penyaluran beras SPHP berdasarkan data itu dapat meningkatkan proporsionalitas penyaluran beras SPHP ke tiap daerah.
Ia mengatakan, penyaluran beras SPHP pada Januari-Februari akan fokus ke daerah merah dengan harga beras medium lebih tinggi 5% dari HET. Ia memaparkan, provinsi dengan harga beras medium tinggi berada di wilayah timur Indonesia, seperti mayoritas Pulau Kalimantan, sebagian Pulau Sulawesi, Kepulauan Maluku, dan mayoritas Papua.
"Indikator keberhasilan program beras SPHP kali ini bukan volume yang disalurkan, tapi efektivitas dalam penurunan harga di wilayah yang disalurkan," katanya.
Direktur SPHP Bapanas Maino Dwi Hartono optimistis penyaluran beras SPHP dapat menekan harga beras di Bumi Cendrawasih. Ini karena harga beras di tingkat pengecer untuk daerah tersebut hanya Rp 11.600 per kg.
Menurutnya, salah satu daerah di Papua dengan harga beras medium yang cukup terkendali saat ini adalah Merauke, Papua Selatan. Hal itu disebabkan oleh luas tanam padi yang cukup tinggi.
Karena itu, Maino mencatat Merauke kerap mengekspor hasil produksi berasnya ke daerah lain di Tanah Papua. Akan tetapi, Maino mengakui harga beras medium di mayoritas Papua masih stabil tinggi lantaran harus menggunakan logistik udara.
"Tidak semua daerah di Papua bisa terjangkau dengan logistik darat. Untuk mengirimkan pangan antara sebagian distrik saja, harus dengan pesawat. Biaya logistik di Papua mahal," kata Maino.
Pedagang pasar yang menghadiri sosialisasi itu mencatat, biaya logistik 1 kg beras mencapai lebih dari Rp 20.000. Biaya logistik di Irian umumnya sama dengan harga beras di tingkat pengecer.
Kondisi tersebut diperburuk dengan keterbatasan pemerintah daerah untuk mengucurkan subsidi harga pangan maupun biaya logistik. Karena itu, Maino berencana menambah saluran penjualan beras SPHP di Papua pada dua bulan pertama tahun ini.
Kepala Divisi Perencanaan Operasional dan Pelayanan Publik Bulog, Rini Andrida mengatakan, tingginya biaya logistik di Papua disebabkan daya angkut yang rendah. Menurutnya, pengiriman beras ke suatu daerah maksimum hnya mencapai 1 ton per pengiriman.
Hal tersebut diperburuk dengan kerap terjadinya cuaca buruk di wilayah Pegunungan Papua yang akhirnya menghambat pesawat mendarat atau lepas landas. Ini menyebabkan pengiriman beras beberapa kali harus mengeluarkan biaya ganda.
Karena itu, Rini mengusulkan pemerintah menambah kelompok anggaran baru untuk distribusi di Papua, yakni biaya pendampingan. Menurutnya, anggaran tersebut dapat diberikan pada kegiatan logistik di Papua maupun tertinggal, terdepan, terluar, dan perbatasan.
"Langkah tersebut dapat membuat harga beras medium di Papua lebih murah," katanya.