Cerita Mentan Amran Langgar Aturan demi Genjot Produksi Beras Nasional


Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengakui telah melanggar beberapa aturan untuk meningkatkan produksi beras. Aturan yang ia maksud adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Dalam UU Sumber Daya Ar, pemerintah melanggarnya dengan program pompanisasi. Program ini membahayakan keanekaragaman hayati pada sumber air, yakni sungai. Pasal 94 pada undang-undang ini menyebut oknum yang mengakibatkan daya rusak air diancam pidana bui paling lama sembilan tahun dan denda paling banyak Rp 1,5 miliar.
"Saat itu pilihannya adalah biota di sungai atau manusia yang mati. Presiden Joko Widodo memutuskan agar program pompanisasi dijalankan, tapi itu melanggar undang-undang," kata Amran di kantor Kementerian Pertanian, Jakarta, Senin (10/3).
Selain itu, pihaknya membeli pompa di dalam dan luar negeri tanpa melihat tingkat komponen dalam negeri. Padahal, Perpres Nomor 12 Tahun 2021 mewajibkan pemerintah untuk hanya membeli barang atau jasa dengan TKDN minimal 40%.
Total anggaran yang dikeluarkan untuk membeli pompa air dalam program pompanisasi mencapai Rp 5,8 triliun. Kebijakan tersebut menggenjot produksi beras sejak kuartal terakhir tahun lalu hingga Maret 2025.
Badan Pusat Statistik sebelumnya melaporkan lonjakan signifikan dalam produksi beras nasional pada periode Januari-Maret 2025. Potensi produksi beras diperkirakan mencapai 8,67 juta ton, meningkat 52,32% dibandingkan periode yang sama pada 2024 yang tercatat sebesar 5,69 juta ton.
Peningkatan ini sejalan dengan meluasnya potensi luas panen padi yang diperkirakan mencapai 2,83 juta hektare. Angka ini menunjukkan kenaikan sekitar 970,33 ribu hektare atau 52,08% dibandingkan dengan luas panen pada Januari-Maret 2024 yang hanya sebesar 1,86 juta hektare.
"Hasilnya adalah ini, peningkatan produksi beras secara tahunan sebesar 52%," katanya.
Amran mengatakan dirinya terhindar dari ancaman bui maupun denda setelah melakukan nota kesepahaman dengan para Aparat Penegak Hukum, seperti TNI, Polri, Jaksa Agung, hingga Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan. "Semua pihak sepakat, kalau ada yang mau diperiksa, periksa dulu dirinya sendiri," ujarnya.