Menteri Karding Ingatkan Myanmar, Kamboja, dan Thailand Rawan Perdagangan Orang
Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding, menegaskan masyarakat agar tidak mudah tergiur dengan tawaran pekerjaan bergaji tinggi di negara seperti Myanmar, Kamboja, dan Thailand. Menurutnya, peluang kerja di negara-negara tersebut berisiko tinggi terkait kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
“Sebaiknya untuk Myanmar, Kamboja, Thailand, jangan ada yang berangkat kalau untuk bekerja karena pasti kecenderungan kena TPPO,” kata Menteri Karding dalam keterangan resminya, Selasa (1/4).
Tak hanya itu, ia menyebut bahwa hingga saat ini Indonesia belum memiliki perjanjian kerja sama dengan Myanmar, Kamboja, dan Thailand terkait penempatan pekerja migran. Maka dari itu, ia melarang masyarakat berangkat ke negara-negara tersebut secara ilegal dengan iming-iming gaji tinggi.
“Jadi sementara, kalau saya boleh melarang, saya larang,” ucap Karding.
Bagaimana Tren Pekerja Migran Indonesia?
Tren bekerja di luar negeri sudah menguat sejak 2023, dan diproyeksikan meningkat drastis dalam beberapa tahun ke depan.
Laporan Proyeksi Data Penempatan Pekerja Migran Indonesia Tahun 2024-2026 yang dirilis Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) bahkan memprediksi jumlah penempatan pekerja migran Indonesia (PMI) berpotensi mencapai rekor tertinggi pada 2025 dan 2026.
Jumlah penempatan PMI sempat turun pada masa pandemi Covid-19, dan sampai ke titik terendahnya pada 2021. Setelah itu jumlahnya terus meningkat signifikan. Pada 2023, jumlah PMI yang bekerja ke luar negeri bahkan sudah melampaui masa-masa sebelum pandemi.
Jumlah PMI juga bertambah pada 2024 menjadi 297.434 orang. BP2MI pun memproyeksikan peningkatannya akan melampaui 300 ribu orang pada 2025 dan 2026. “Salah satu alasan WNI bermigrasi ke luar negeri adalah karena penghasilan yang relatif lebih tinggi,” tulis BP2MI dalam laporannya.
Menurut laporan Karakteristik Migrasi Pekerja Migran Indonesia Tahun 2021-2023 yang juga dikeluarkan BP2MI, Hong Kong, Taiwan, dan Malaysia menjadi negara tujuan tertinggi migrasi PMI.
Menurut riset Darmastuti dkk (2022), yang menjadikan sebagian PMI asal Lampung dan Sumatera Selatan sebagai subjek penelitiannya, Hong Kong dan Taiwan menjadi destinasi utama migrasi karena penduduknya dinilai ramah. Selain itu, banyaknya teman atau keluarga yang sedang atau pernah bekerja di kedua negara tersebut juga menjadi faktor penariknya.
Adapun Malaysia yang menduduki peringkat ketiga dinilai punya kedekatan bahasa dan budaya yang sama dengan pekerja Indonesia. Kawasan Asia pun menjadi kawasan tertinggi penempatan PMI. Data kumulatif PMI selama tiga tahun itu juga mencatat bahwa PMI didominasi oleh perempuan (376.373). Sedangkan laki-laki berjumlah 194.512 atau hanya sekitar 34%.
Berdasarkan tingkat pendidikannya, lulusan SMA atau sederajat mendominasi PMI, diikuti lulusan SMP dan SD yang masing-masing berjumlah 120.490 dan 64.598. Paling rendah adalah lulusan pascasarjana yang hanya berjumlah 113 orang.
