AS Sebut Pasar Mangga Dua Sarang Barang Bajakan, Kemendag Perketat Pengawasan


Menteri Perdagangan Budi Santoso merespons laporan dari Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR) yang menyoroti Pasar Mangga Dua, Jakarta. Pasar ini disebut sebagai salah satu pusat peredaran barang ilegal dan bajakan ternama di Indonesia.
Dalam laporan tersebut, AS menuding peredaran barang-barang bajakan menghambat perdagangan internasional. Selain itu, hal ini juga dianggap mencederai hak kekayaan intelektual (HKI) di Indonesia.
“Jadi kita selama ini terus melakukan pengawasan. Secara reguler maupun rutin itu terus dilakukan,” ujar Budi saat ditemui di sela acara Halal Bihalal PAN, di Jakarta, Minggu (20/4).
Ia mencontohkan langkah konkret pengawasan tersebut, salah satunya adalah penyitaan gudang berisi alat pemanas air (water heater) yang tidak memiliki label Standar Nasional Indonesia (SNI) dengan nilai barang diperkirakan mencapai Rp 15 miliar.
“Kemarin banyak, ada velg juga, velg juga berstandar SNI. Jadi apapun nanti, termasuk yang di Mangga Dua, kita akan terus rutin melakukan,” katanya.
Budi menegaskan bahwa pemerintah akan bertindak tegas terhadap perusahaan yang kedapatan mengedarkan barang ilegal. Sanksi yang diberikan bervariasi, mulai dari penyitaan barang hingga penutupan perusahaan, tergantung pada tingkat pelanggaran yang ditemukan.
“Nanti kalau ketahuan perusahaannya, kan ada beberapa sanksi itu berurutan. Jadi nanti bisa sampai kita tutup perusahaannya,” ucapnya.
Pasar Mangga Dua Jadi Sorotan
Pengawasan terhadap pasar seperti Mangga Dua turut menjadi sorotan internasional. Dalam laporan 2025 National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers yang dirilis Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR), Pasar Mangga Dua masih masuk daftar pantauan prioritas.
Pasar ini juga tercantum dalam Notorious Markets for Counterfeiting and Piracy 2024, bersama sejumlah platform daring di Indonesia. USTR menyebut bahwa kurangnya penegakan hukum atas pelanggaran hak kekayaan intelektual (HKI) di Indonesia masih menjadi masalah utama.
Oleh karena itu, AS mendorong Indonesia untuk lebih aktif memanfaatkan gugus tugas penegakan HKI guna meningkatkan koordinasi antara lembaga dan kementerian terkait.
“AS juga terus mendorong Indonesia untuk menyediakan sistem perlindungan yang efektif terhadap penggunaan komersial yang tidak adil,” tulis USTR dalam laporannya.
Dalam laporan tersebut, AS juga menyampaikan kekhawatiran atas perubahan Undang-Undang Paten 2016 melalui Undang-Undang Cipta Kerja, yang memungkinkan pemenuhan kewajiban penggunaan paten di Indonesia melalui impor atau pemberian lisensi.