DPR: Fokus RUU Pangan Adalah Transformasi Bulog, Langsung di Bawah Presiden

Andi M. Arief
6 Mei 2025, 17:17
bulog, dpr, titiek soeharto, swasembada pangan
ANTARA FOTO/Fauzan
Mantan istri Presiden Terpilih Prabowo Subianto, Titiek Soeharto berjalan keluar dari kediaman Prabowo Subianto jelang pelantikan presiden dan wakil presiden periode 2024-2029 di Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan, Minggu (20/10/2024).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Ketua Komisi IV DPR RI Titiek Soeharto mengatakan fokus revisi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan adalah transformasi Perum Bulog. Menurutnya, pihak legislatif dan eksekutif sepakat untuk mengembalikan peran Bulog seperti Orde Baru.

Dengan kata lain, pemerintah dan DPR berencana mengubah peran Bulog sebagai lembaga stabilisator harga pangan dan penyedia cadangan pangan. Namun, Titiek menyampaikan pembahasan RUU Pangan belum menentukan fungsi anggaran dan kebijakan yang akan dijalankan Bulog.

"Pemerintah saat ini mau mendapatkan status swasembada pangan secepat mungkin. Jadi UU Pangan harus ditata lagi. Akan tetapi, pembahasan RUU Pangan belum membahas aspek anggaran dan struktur komando Bulog," kata Titiek di Gedung DPR, Selasa (6/5).

Untuk diketahui, Bulog merupakan badan otonom langsung di bawah presiden saat pemerintahan Presiden Soeharto. Titiek menyampaikan Bulog dapat bergerak lebih lincah terkait stabilisasi harga dan pasokan pangan pemerintah melalui RUU Pangan.

Titiek berpendapat Bulog berperan utama dalam pencapaian status swasembada beras pada 1984 karena tidak ada lembaga yang menengahi Bulog dan presiden. Namun Titiek menyampaikan struktur komando antara Bulog dan Presiden masih digodok saat ini.

Selain kelembagaan Bulog, Titiek mengatakan poin yang menjadi bahasan RUU Pangan adalah limbah makanan. Secara rinci, aturan yang dibahas adalah Keputusan Badan Pangan Nasional Nomor 14 Tahun 2025 yang membuat Bulog harus menyerap semua kualitas gabah senilai Rp 6.500 per kilogram.

Titek memberikan sinyal bahwa beleid tersebut membuat belanja negara tidak efisien. Sebab, sebagian gabah hasil serapan Bulog dimungkinkan memiliki kadar air tinggi yang berpotensi membuat gabah di gudang busuk.

"Akibat Bulog membeli gabah semua kualitas seharga Rp 6.500 per kg dari petani, Bulog tidak ada tempat penyimpanan hingga gabah yang disimpan busuk karena kadar air tinggi. Maka dari itu, pemerintah tidak boleh buru-buru," katanya.

Bulog Butuh Tambahan Gudang Penyimpanan

Menteri Pertanian, Amran Sulaiman, mencatat Perum Bulog telah menyerap beras lokal hingga 1,88 juta ton hingga kemarin, Senin (5/5). Adapun, stok beras dalam Cadangan Beras Pemerintah (CBP) telah mencapai 3,51 juta ton.

Amran memperkirakan volume CBP akan mencapai 4 juta ton pada akhir bulan ini. Walau demikian, Bulog mencatat kapasitas gudang secara nasional hanya 3,8 juta ton.

"Sekarang kami sudah memerintahkan Bulog untuk menyewa gudang tambahan berkapasitas 1,1 juta ton untuk menampung serapan hasil produksi pertani. Stok CBP dapat menembus 4 juta ton karena serapan beras lokal harian mencapai 50.000 ton," kata Amran.

Di samping itu, Amran telah menginstruksikan Bulog untuk membangun gudang darurat di beberapa provinsi, seperti DI Aceh dan Nusa Tenggara Barat. Menurutnya, kedua provinsi tersebut dipilih lantaran penambahan kapasitas melalui sewa gudang tidak akan cukup menyerap hasil produksi.


Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Andi M. Arief

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan